Home  »  Tips & Guide   »  
Tips & Guide

3 Alasan Utama Konsumen Berhenti Mengikuti Akun Media Sosial Anda

[Foto: thenextweb.com]
Dalam digital marketing, tentunya sangat penting bagi kita untuk terus memonitor pengikut brand Anda. Apakah jumlah unfollower jauh lebih besar dari follower baru? Apakah terjadi kenaikan dalam jumlah unfollower? Jika jumlah unfollower Anda semakin bertambah, maka ini waktunya bagi Anda untuk intropeksi diri. Untuk itu, mari kita lihat beberapa hal yang bisa memicu konsumen untuk meng-unfollow akun media sosial brand Anda.

Konten media sosial Anda membosankan. Anda bukanlah satu-satunya orang yang memasarkan brand melalui media sosial. Anda harus bisa bersaing dengan brand lain untuk memberikan hal yang baru dan menonjol dibandingkan dengan brand lain. Salah satu alasan yang paling sering diberikan oleh konsumen yang berhenti mengikuti sebuah brand adalah karena konten yang diberikan terlalu repetitif dan membosankan. Solusinya, Anda harus bisa lebih kreatif  dan memberikan jenis konten yang lebih beragam dari sebelumnya. Jangan ragu untuk bereksperimen dengan berbagai jenis media visual, mulai dari foto, audio, hingga video. Dengan keberagaman ini, dijamin konsumen tidak akan merasa bosan dengan konten Anda.

Anda terlalu sering memposting di media sosial. Konsistensi dalam meng-update akun media sosial memang baik dan Anda harus tetap melakukannya. Namun, itu bukan berarti Anda bisa memposting belasan atau puluhan postingan sekaligus dalam sehari. Audiens bisa saja merasa terganggu jika Anda kerap melakukannya. Salah satu contoh kesalahan ini biasanya dilakukan oleh online shop di Instagram, yang mengunggah seluruh isi katalog produknya ke dalam akun media sosial utamanya dalam satu hari. Sebaiknya, Anda memisahkan akun katalog dengan akun utama brand Anda agar audiens tidak perlu ‘kebanjiran’ update dari akun media sosial Anda.


Tapi tentunya, hal ini kembali lagi pada media sosial yang Anda gunakan. Berbagai media sosial seperti Instagram, Facebook, atau Twitter memiliki standar yang berbeda-beda. Pada Facebook, 2 postingan dalam sehari mungkin sudah dianggap cukup. Namun pada Instagram, memposting 3-4 kali dalam sehari masih bisa diterima. Sementara itu, pada Twitter Anda bisa memposting lebih banyak karena stream nya relatif lebih cepat dari Facebook atau Instagram. Pada intinya, sesuaikan jumlah postingan Anda dalam sehari dengan media sosial yang digunakan. Selain itu, untuk menghindari postingan yang terasa seperti spam, Anda bisa mempostingnya pada waktu-waktu yang berbeda.

Anda tidak sigap dalam merespon audiens. Pada media sosial, audiens akan lebih menyukai akun yang interaktif dan sigap dalam membalas pertanyaan, keluhan, atau masukan. Dengan begini, audiens akan merasa ‘terhubung’ dengan brand Anda dan tidak merasa sedang berhadapan dengan dinding yang bisu. Sehingga otomatis audiens akan lebih senang berinteraksi dengan brand Anda dan mungkin merekomendasikan brand Anda pada teman-temannya yang lain.

[Gambar: Screenshot Twitter]
Ambil contoh akun Twitter restoran fast food Wendy’s (@Wendys) yang sangat interaktif dan kerap kali memposting kicauan atau balasan yang sangat menghibur. Karena ini, banyak orang-orang yang mengirimkan kicauan pada Wendy’s seperti mereka sedang berbicara dengan teman mereka sendiri. Baru-baru ini, ada seorang follower Wendy’s yang menanyakan berapa retweet yang dia perlukan untuk mendapatkan persediaan Nugget dari Wendy’s selama satu tahun secara gratis. Wendy’s menjawab tweet tersebut dan mengatakan bahwa ia harus mendapatkan 18  juta retweet. Kini, dalam waktu kurang dari seminggu saja ia sudah berhasil mendapatkan 2.4 juta retweet. Apakah ini artinya bagi Wendy’s? Promosi gratis dan jutaan mata yang tertarik untuk mengikuti akun media sosialnya. Interaksi seperti ini bisa membuat orang tertarik untuk tetap mengikuti brand Anda dan mungkin penasaran untuk membeli produk Anda.