Home  »  Opinion   »  
Opinion

3 Penyebab Utama Abandonment pada Consumer E-Commerce

[Foto: pixabay.com]
Salah satu permasalahan paling besar yang dihadapi e-commerce di seluruh dunia adalah consumer yang tidak menyelesaikan pembayaran bahkan setelah melakukan check-out. Baymard Institute menyebutkan ada sekitar 68,63% transaksi dalam e-commerce yang tidak terselesaikan setiap tahunnya. Angka ini jelas menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi pelaku bisnis e-commerce. Ada sekitar $4 trilyun kerugian setiap tahunnya dari ulah customer yang tidak melakukan pembayaran hingga tuntas seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Sebagai seorang marketer, persoalan ini tentu menjadi PR yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah melakukan evaluasi ulang apa saja yang membuat customer enggan untuk melakukan pembayaran hingga tuntas. Proses ini ke depannya barangkali akan membutuhkan satu pos pekerjaan tersendiri, yakni Customer Experience Officer (CX Officer) yang memang bertanggung jawab untuk memahami customer sepenuhnya. Dari mulai awal di mana customer mencari produk, menemukan produk yang sesuai, hingga customer selesai melakukan pembelian dalam aktivitas belanja onlinenya.

Secara umum, ada beberapa hal yang bisa untuk dijadikan bahan evaluasi mengapa sebagian besar consumer memilih untuk tidak menyelesaikan transaksi hingga ke tahap pembayaran. Dari mulai harga yang tidak sesuai ekspektasi, hingga proses pembayaran yang dinilai terlalu rumit, semua bisa jadi penyebabnya.


1. Harga yang tidak sesuai ekspektasi

Umumnya, customer memilih melakukan belanja online karena kemudahan yang ditawarkan. Namun, selain itu, harga juga menjadi penentu mengapa seseorang memutuskan berbelanja online. Sebagian besar e-commerce, khususnya di Indonesia, tergolong suatu industri yang baru. Tak heran jika kemudian e-commerce berlomba-lomba memberikan diskon atau harga yang miring untuk menarik consumer. Selain itu, e-commerce ini ingin membiasakan consumer untuk melakukan transaksi online dengan membentuk habit yang tidak disadari perubahannya.

Namun, kebanyakan e-commerce di Indonesia memang masih menggantungkan pengiriman barang kepada perusahaan penyedia jasa layanan lain. Sehingga consumer biasanya masih dibebani biaya pengiriman. Belum lagi bagi e-commerce kecil yang masih menggantungkan stok barang dari supplier lain, maka ada semacam biaya service yang lagi-lagi dibebankan pada consumer. Alih-alih mendapat harga murah di katalog, consumer akan dibuat kaget ketika melihat total biaya keseluruhan ketika mereka melakukan check-out. Alasan ini menjadi penyebab paling besar consumer akhirnya membatalkan transaksi atau terjadi abandonment.

Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini tentu saja adalah dengan membebaskan consumer dari biaya-biaya lainnya, termasuk biaya pengiriman. Namun, tentu saja hal ini membutuhkan strategi tersendiri dari perusahaan e-commerce yang tentunya membutuhkan modal tak sedikit.

2. Pilihan pengiriman yang terbatas

Bagi e-commerce di Indonesia, barangkali masih benar-benar menjadi PR untuk bisa menjangkau seluruh consumer. Tantangan terbesarnya bukan hanya karena kemampuan setiap orang untuk bertransaksi online tidak sama, tetapi juga soal isu pengiriman barang. Beberapa kasus yang terjadi adalah consumer telah melakukan check-out namun pilihan utnuk pengiriman terbatas. Consumer menghadapi dilema dengan harga yang sangat tinggi. Lebih buruk bahkan consumer tidak memiliki pilihan untuk pengiriman karena keterbatasan lokasi atau hal-hal lain yang masih sangat mungkin terjadi di Indonesia di mana pusat dari semua industri masih ada di Pulau Jawa.

3. Opsi pembayaran yang terbatas

Tak berbeda jauh dengan masalah pengiriman barang, ihwal pembayaran ini juga menjadi PR yang serius bagi startup yang bergelut di bidang e-commerce. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat masih belum menggunakan credit card dalam kehidupan sehari-hari. Bank transfer atau ATM pun belum sepenuhnya dipercaya consumer untuk melakukan pembayaran. Sementara, jika harus COD tidak memungkinkan bagi e-commcerce itu sendiri. Sehingga hal ini menjadi satu dilema yang harus segera dicari solusinya bagi e-commerce, terutama yang berskala kecil agar bisa terus bertahan hidup di tengah persaingan pasar.