Home  »  Opinion   »  
Opinion

Apa yang Dimaksud dengan QE (Quantitative Easing)?

Pengertian QE

Quantitative Easing (QE) adalah kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral untuk merangsang perekonomian dalam situasi suku bunga yang sudah rendah atau mendekati nol. Melalui QE, bank sentral menciptakan uang baru secara elektronik dan menggunakan uang tersebut untuk membeli aset keuangan, seperti surat utang pemerintah dan surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan.

Tujuan utama QE adalah untuk menurunkan suku bunga jangka panjang, meningkatkan likuiditas di pasar keuangan, dan mendorong investasi serta konsumsi. Dengan membeli aset keuangan dalam jumlah besar, bank sentral meningkatkan permintaan untuk aset tersebut, yang pada gilirannya menaikkan harga aset dan menurunkan imbal hasil (yield). Imbal hasil yang lebih rendah pada aset keuangan mendorong investor untuk mencari investasi alternatif yang lebih berisiko, seperti saham atau properti, dan meminjam lebih banyak untuk investasi atau konsumsi, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

QE adalah kebijakan moneter yang tidak konvensional dan biasanya hanya digunakan ketika kebijakan moneter konvensional, seperti menurunkan suku bunga acuan, telah mencapai batas efektivitasnya. Beberapa contoh penerapan QE termasuk di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, terutama selama krisis keuangan global pada tahun 2008-2009 dan pandemi COVID-19.

Namun, QE juga dapat menimbulkan beberapa risiko dan efek samping, seperti potensi inflasi, distorsi harga aset, dan peningkatan utang pemerintah. Oleh karena itu, bank sentral harus mencermati dampak QE dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan.

Apa dampak QE terhadap suatu negara?

Quantitative Easing (QE) dapat memiliki berbagai dampak pada perekonomian suatu negara, baik positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak utama yang mungkin timbul akibat kebijakan QE:


  1. Suku bunga yang lebih rendah: Ketika bank sentral membeli aset keuangan dalam jumlah besar, harga aset tersebut naik dan imbal hasil (yield) menurun. Akibatnya, suku bunga jangka panjang menjadi lebih rendah, yang mendorong pinjaman dan investasi.
  2. Peningkatan likuiditas: QE meningkatkan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian dengan menciptakan uang baru untuk membeli aset keuangan. Hal ini meningkatkan likuiditas di pasar keuangan, yang dapat membantu mengurangi tekanan pada sistem keuangan dan memudahkan kredit.
  3. Mendorong investasi dan konsumsi: Suku bunga yang lebih rendah dan likuiditas yang lebih tinggi mendorong perusahaan dan individu untuk meningkatkan investasi dan konsumsi. Hal ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
  4. Menguatkan pasar saham: Dengan suku bunga yang lebih rendah, investor cenderung mencari investasi alternatif yang lebih berisiko dan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi, seperti saham. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga saham dan menguatkan pasar saham.
  5. Melemahkan nilai tukar mata uang: Ketika suku bunga domestik menurun, investor asing mungkin mencari investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi di negara lain. Ini dapat menyebabkan penjualan mata uang domestik dan melemahkan nilai tukar mata uang.
  6. Risiko inflasi: Penciptaan uang baru melalui QE dapat meningkatkan risiko inflasi jika jumlah uang yang beredar tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi. Namun, inflasi biasanya menjadi perhatian utama jika perekonomian sudah mendekati kapasitas penuh dan pengangguran rendah.
  7. Meningkatkan utang pemerintah: QE dapat menurunkan biaya peminjaman pemerintah dengan menurunkan imbal hasil obligasi pemerintah. Namun, ini juga dapat menciptakan insentif bagi pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran dan akumulasi utang.
  8. Distorsi harga aset: QE dapat menyebabkan distorsi harga aset jika investor mengambil risiko yang berlebihan dan membayar harga yang terlalu tinggi untuk aset. Ini dapat meningkatkan risiko gelembung aset dan koreksi harga yang tajam di masa depan.

Secara keseluruhan, dampak QE tergantung pada sejauh mana kebijakan tersebut berhasil dalam mencapai tujuan yang diinginkan, seperti merangsang pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran, dan menjaga stabilitas harga. Bank sentral harus menyeimbangkan manfaat dan risiko QE serta mengawasi dampak kebijakan tersebut untuk memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Apa dasar hukum untuk melakukan QE di Indonesia?

Di Indonesia, dasar hukum yang mengatur Quantitative Easing (QE) adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Meskipun istilah “Quantitative Easing” secara eksplisit tidak disebutkan dalam UU tersebut, beberapa ketentuan memberikan wewenang kepada Bank Indonesia untuk melakukan operasi pasar terbuka dan intervensi dalam rangka mencapai tujuan stabilitas moneter dan sistem keuangan yang stabil.

Pasal 12 UU Bank Indonesia menyatakan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter melalui instrumen, antara lain, operasi pasar terbuka (open market operation), yang merupakan salah satu metode yang digunakan dalam kebijakan QE. Dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia dapat membeli atau menjual surat berharga, termasuk surat utang pemerintah, untuk mengatur likuiditas di pasar dan mencapai tujuan kebijakan moneter.

Selain itu, Pasal 50A UU Bank Indonesia menjelaskan tentang koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi krisis sistem keuangan. Dalam situasi krisis, Bank Indonesia dan Pemerintah diperbolehkan untuk mengambil langkah-langkah luar biasa dalam rangka mengatasi krisis, termasuk melaksanakan intervensi di pasar keuangan.

Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19, Bank Indonesia dan Pemerintah Indonesia bekerja sama dalam rangka melaksanakan kebijakan pembiayaan untuk mengatasi dampak pandemi, yang disebut “burden sharing” atau pembagian beban. Bank Indonesia membeli surat utang pemerintah secara langsung dari pasar perdana untuk membantu membiayai defisit anggaran dan mendukung pemulihan ekonomi. Meskipun mekanismenya berbeda dari QE tradisional, langkah ini memiliki beberapa kesamaan dengan kebijakan QE yang diterapkan di negara-negara lain.

Penerapan kebijakan QE di Indonesia harus tetap selaras dengan tujuan stabilitas moneter dan sistem keuangan yang stabil, serta memperhatikan kemandirian dan kredibilitas Bank Indonesia sebagai bank sentral.