Home  »  Opinion   »  
Opinion

Apa yang Terjadi pada Bumi Jika Matahari ‘Mati’?

[Foto: space.wikia.com]
Matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan di Bumi. Lalu, bagaimana jika Sang Surya tiba-tiba ‘mati’? Apa yang terjadi pada planet kita? Jika itu kejadian, Bumi memang tidak akan langsung dingin, tetapi melalui proses beberapa juta tahun.

Hanya saja, dalam proses ini, suhu Bumi akan turun drastis hingga nol derajat Fahrenheit (sekitar -18 derajat Celcius) dalam satu minggu. Dalam setahun, suhu di Bumi akan turun hingga minus 100 Fahrenheit. Permukaan laut akan membeku. Namun, es di permukaan akan menahan air samudera di bawah, sehingga samudera baru akan beku dalam ribuan tahun.

Setelah Matahari ‘mati’ dalam sejuta tahun, maka suhu akan mencapai minus 400 Fahrenheit. Temperatur ini sama dengan panas yang dikeluarkan Bumi ke luar angkasa. Sungguh skenario yang mengerikan.

David Stenson, seorang profesor ilmu planet di California Institute of Technology, menjelaskan bahwa beberapa mikroorganisme di Bumi akan bertahan hidup. Namun, sebagian besar kehidupan akan mati dalam beberapa minggu. Pohon-pohon besar masih bisa hidup selama beberapa tahun karena metabolisme yang lambat.

Dengan menurunnya suhu Bumi secara drastis, proses fotosintesis akan berhenti sama sekali dan tanaman lain akan mati karena Matahari sudah tidak ada. Selain itu, sebagian besar binatang akan musnah.

Sedangkan manusia bisa hidup di bawah tanah dengan bantuan nuklir sebagai pemanas atau tenaga gas bumi. Selama ratusan tahun manusia bisa hidup di bawah tanah dengan teknologi. Namun, bukan hanya itu saja. Semisal Matahari ‘mati’, maka gravitasinya hilang dan planet Bumi akan lontang-lantung di luar angkasa.


Teori lain mengenai ‘ajalnya’ Matahari

Pemamparan di atas hanyalah sebuah skenario. Namun, memang tidak ada apapun yang abadi. Suatu hari nanti, Matahari akan menemui ‘ajalnya’. Memang masih lama, diperkirakan sekitar 5-7 miliar tahun lagi. Hal tersebut juga diakui oleh ilmuwan Heliophysics Division, Goddard Space Flight Center NASA, Dr. Nat Gopalswamy.

“Kita tahu bahwa suatu hari nanti Matahari akan mati,” katanya, seperti dilansir dari Liputan6.

Berbicara mengenai ‘ajalnya’ Matahari, ada teori lain yang mengatakan bahwa setelah Matahari sekarat, maka akan mati dengan memakan bumi bersamanya. Kehidupan sendiri sudah hancur sebelum matahari menelan Bumi.

Namun sebelum hal itu terjadi, manusia masih punya waktu yang sangat panjang. Sebuah panel ilmuwan pada pertemuan tahunan Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu, menggambarkan situasi itu pada tahun 2000 dan meyakini masih berlaku.

Umumnya, para astronom setuju bahwa Matahari akan membakar habis pasokan bahan bakar hidrogen dalam 5 hingga 7 miliar tahun mendatang. Hal itu akan membuat gravitasi memaksa Matahari runtuh ke intinya, dan hidrogen yang tersisa menyebabkan Matahari mengembang menjadi raksasa merah.

Pada titik ini, matahari akan menelan Bumi. “Bumi akan berakhir di bawah sinar Matahari, menguap dan bercampur dengan material Matahari,” kata Lee Anne Willson, pakar dari Iowa State University.

“Lalu, bagian dari Matahari akan terlempar ke ruang angkasa, sehingga bisa dikatakan Bumi akan dikremasi dan abunya tersebar ke ruang antarbintang” tambahnya.

Pada saat itu, Matahari akan cukup panas untuk membakar semua helium yang disimpan dan ukuran Matahari akan berfluktuasi. Matahari tidak cukup besar untuk meledak jadi supernova yang mengagumkan, sehingga hanya akan runtuh menjadi bintang katai putih (white dwarf) yang relatif dingin.

Namun sebelum itu terjadi, kehidupan di Bumi kemungkinan besar sudah lama mati. Saat sampai tahap raksasa merah, maka Matahari akan semakin terang sekitar 10 persen setiap satu miliar tahun. Pada tingkat itu, para ilmuwan memperkirakan bahwa semua air di planet ini akan menguap.