Home  »  Opinion   »  
Opinion

Apakah Startup Hanya untuk “Anak IT”?

[Foto: pixabay.com]
Generasi millennial memiliki perbedaan karakteristik yang cukup signifikan dibanding dengan orang-orang dari generasi sebelumnya. Perbedaan karakter ini diduga karena perbedaan pola asuh yang cukup mencolok antara mereka yang terlahir di generasi millennial dengan mereka yang lahir dari generasi sebelumnya. Selain itu, keterbukaan informasi yang terpapar sepanjang para millennial ini tumbuh secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir yang membuat perbedaan-perbedaan sikap serta pandangan hidup.

Salah satu perbedaan paling mencolok yang terlihat antara generasi millennial dengan sebelumnya adalah mengenai sikap dalam memilih pekerjaan. Jika dulu umumnya orang-orang mempertimbangkan nama besar sebagai salah satu kriteria tempat bekerja favorit, kini mereka memiliki beberapa pertimbangan lain, seperti misalnya value ataupun challenge.

Tak heran jika kemudian ketidakpuasan ini berujung pada startup yang belakangan menjamur sebagai bagian dari trend di kalangan generasi millennial. Terkait dengan startup, kini orang tak hanya berkeinginan untuk menciptakan startup, tetapi sebagian lain juga mulai mempertimbangkan untuk menjadi bagian dari orang yang menghidupi startup itu alias menjadi employee di sebuah startup.

Sayangnya, banyak orang yang beranggapan bahwa bekerja di startup haruslah memiliki background sebagai anak IT atau paling tidak mereka memiliki basic pengetahuan teknologi tertentu. Di Indonesia umumnya orang yang bekerja di startup berasal dari jurusan-jurusan seperti Ilmu Komputer, Teknik Informatika, dan lain sebagainya.
Beberapa orang tidak menyadari bahwa sebenarnya startup juga dibangun dari orang-orang dengan background non-tech. Terlebih seiring dengan berkembangnya startup, beberapa posisi yang non-tech akan semakin banyak dibutuhkan.


Startup butuh sales person

Startup umumnya dibangun dari tiga pilar, yakni orang bisnis, design, dan juga IT. Dengan ketiganya, sebuah produk diharapkan sudah bisa jadi dan dinikmati pasar. Kemudian, seiring dengan berkembangnya startup, pastilah perluasan pasar diperlukan dan di titik inilah keberadaan orang sales sangat berperan strategis di samping keberadaan orang marketing.

Secara umum, sales dan marketing adalah komponen utama dalam business person. Keduanya bisa bekerja bersama, namun ada batasan jelas yang membedakan ranahnya. Marketing lebih ke arah strategi dan rencana jangka panjang untuk mengenalkan produk kepada user. Mereka merencanakan branding, memetakan pasar, hingga rencana eksekusi. Sementara, sales berperan sebagai eksekutor untuk mengakuisi customer. Mereka lebih banyak bergerak di lapangan sebagai partner dari tim marketing yang terlebih dahulu telah menjangkau awareness user, baik dalam ranah offline maupun online.

Untuk menjadi orang sales ataupun marketing, sebenarnya kita tidak memerlukan skill spesifik di bidang IT seperti misalnya coding. Bidang ini lumayan terbuka untuk orang-orang baru yang bahkan tidak mengenal teknologi digital sama sekali, asalkan memiliki kemauan untuk belajar hal baru.

Talent acquisition dan office manager

Bagian lain yang tak kalah penting bagi sebuah startup, terlebih bagi startup yang telah berkembang adalah keberadaan talent acquisition dan juga office manager. Lagi-lagi, untuk mengisi posisi tersebut, seseorang tidak harus memiliki kemampuan coding seperti layaknya programmer.

Talent acquisition ataupun office manager umumnya diisi oleh orang-orang yang telah belajar manajemen sumber daya manusia. Jadi, jurusan-jurusan seperti Psikologi, Manajemen, maupun Ilmu Politik sebenarnya memiliki kapabilitas untuk mengisi posisi ini.

Bagian terpenting dari sebuah tim di startup sebenarnya adalah kemauannya untuk belajar dan menyerap ilmu-ilmu baru. Bahkan, jika seseorang mau belajar coding, posisi software engineer pun bisa saja diisi olehnya tanpa harus belajar IT. Kuncinya adalah kemauan dan keterbukaan untuk menerima hal-hal baru.