Home  »  Opinion   »  
Opinion

Bagaimana Media Sosial Mengubah Model Bisnis di Seluruh Dunia?

[Foto: pixabay.com]
Media sosial menjadi satu bagian tak terpisahkan dari pengguna internet di seluruh dunia. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, di Indonesia, tren ini juga terjadi. Berdasarkan data statistik, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Uniknya, sebagian besar pengguna internet di Indonesia ini memang masih memfokuskan penggunaan media sosial sebagai aktivitas terbanyaknya di internet.
Jauh sebelum tren e-commerce dalam bentuk website maupun aplikasi membludak di Indonesia, sebenarnya para pengguna media sosial telah terlebih dahulu melakukan online shopping melalui media-media sosial yang mereka gunakan. Istilah e-commerce pun belum seramai sekarang, sebab baik seller maupun buyer lebih kerap menggunakan istilah online shop atau olshop. Umumnya mereka menggunakan media sosial dengan jumlah pengguna yang banyak seperti Facebook, Twitter, maupun Instagram.

Kini, setelah tren e-commerce mulai membanjir, tampaknya para developer media sosial tak ingin kehilangan kesempatan. Berbagai tools tambahan disertakan sebagai fitur dalam media sosial mereka. Tak ayal, media sosial yang dulunya adalah tempat orang untuk bersosialisasi, kini berkembang menjadi wadah untuk proses marketing.

Social media berbayar menjadi wajar

Dunia bisnis telah berkembang sejak lama, begitu juga dalam bersosialisasi. Namun, di era digital ini keduanya kini melebur. Cara bersosialisasi menjadi bisnis itu sendiri. Setelah diluncukannya Facebook Ads, kini sepertinya hampir semua media sosial memiliki fasilitas untuk beriklan. Media sosial menjadi bisnis itu sendiri. Alih-alih menjadi consumer dengan gratis, user justru menjadi produk itu sendiri. Mereka “dimanfaatkan” secara tidak langsung; diamati perilakunya lalu dijual kepada pengiklan untuk mendapatkan keuntungan.


Meski demikian, hal ini tidak selalu berdampak negatif bagi user. Munculnya berbagai promo berbayar barangkali bisa jadi disebabkan karena pengguna yang jumlahnya sudah terlalu banyak. Demi kenyamanan pengguna, media sosial menyediakan semacam filter untuk hanya menampilkan post-post yang relevan dengan perilaku user. Sayangnya memang di sini uang selalu berbicara lebih. Maka, siapa yang bersedia membayar akan mendapatkan porsi lebih untuk selalu tampil dan di sinilah iklan berperan.

Model customer service yang berubah

Sebelum media sosial populer, bisnis barangkali menggunakan layanan telepon atau SMS untuk layanan customer. Hal ini membatasi hanya perusahaan-perusahaan tertentu dengan budget besar lah yang mampu melakukannya. Meski hal itu juga masih terkendala dengan kapasitas manusia yang melakukan tugasnya.

Kini, setelah era media sosial datang, semuanya berubah. Fasilitas “gratis” yang ditawarkan oleh media sosial semacam Twitter atau Facebook memungkinkan setiap orang terkoneksi satu sama lain, termasuk antara perusahaan dengan konsumennya. Selain lebih praktis, biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih murah karena tidak perlu mengeluarkan biaya telepon atau SMS tambahan. Tak heran jika kemudian media sosial nampaknya mengubah model customer service yang dilakukan perusahaan-perusahaan. Tak hanya bagi perusahaan kecil yang baru berkembang, perusahaan yang sudah besar pun beranjak “digital” mengikuti tren ini.

Media sosial untuk bekerja

Diluncurkannya Facebook Workplace barangkali memulai era di mana media sosial akhirnya berperan untuk kegiatan profesional. Kini, penggunaan media sosial tak hanya sebatas pada tools untuk bersosialisasi, tetapi juga untuk pekerjaan. Orang-orang di kantor bisa saja tak terlepas dari Facebooknya di tengah jam kerja dan kini hal tersebut akan dimaklumi karena media sosial adalah tempat bekerja itu sendiri. Selain itu, era media sosial juga memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru yang dulunya asing seperti Community Manager atau Social Media Strategist. Alih-alih hanya sekadar hiburan, kini media sosial bisa dimanfaatkan sebagai tools untuk memperbesar bisnis dan perusahaan.