Home  »  Opinion   »  
Opinion

Benarkah Artificial Intelligence Akan Menggantikan Manusia di Dunia Kerja?

[Foto: pixabay.com]
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menjadi satu isu yang menarik di dunia teknologi. Pasalnya, berkembangnya AI membawa banyak perubahan. Jika industrialisasi menggantikan kerja-kerja berat manusia menjadi dikerjakan oleh mesin, AI melampaui hal itu. AI memungkinkan sebuah mesin untuk belajar sendiri berdasarkan data yang telah diinput ke dalamnya atau kita kenal dengan istilah machine learning. AI juga memungkinkan alat-alat untuk bekerja sendiri.

Khusus dalam isu tenaga kerja, AI melalui teknologi automasi dikhawatirkan akan mengambil alih manusia yang selama ini berperan sebagai motor yang menggerakkan kerja-kerja. Tetapi, benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tentu bukan hal mudah.

Saat ini ada banyak sekali riset yang menunjukkan betapa teknologi semakin berkembang dan lambat laun akan menjadi semakin canggih. Lembaga-lembaga seperti World Economic Forum bahkan telah merilis daftar pekerjaan apa saja yang paling mudah digantikan oleh mesin atau robot. Sebuah riset dari Martin Oxford School baru-baru ini juga mengeluarkan sebuah laporan yang memperkirakan bahwa hampir 47% pekerjaan di Amerika Serikat berisiko untuk mengalami automasi sebagai akibat dari perkembangan teknologi. Meski fakta-fakta yang dijabarkan ini sebagian besar memang benar, namun sebagai manusia kita pun patut melihat perkembangan teknologi ini dari dua sisi dengan tidak mengabaikan hal-hal lain.

Berbagai pekerjaan tetap membutuhkan manusia sebagai “otak”


Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Martin Oxford School, disebutkan bahwa 47% pekerjaan di Amerika Serikat terancam mengalami automasi. Di satu sisi hal ini mungkin menjadi ancaman bagi manusia. Kita barangkali boleh berpikir, jika semua sudah mengalami automasi, lantas manusia mengerjakan apa? Namun, di sisi lain, kita juga harus berpikir bahwa proses automasi tentunya membutuhkan berbagai pertimbangan terutama dari segi teknis, sosial, serta ekonomi.

Sebagai contoh, dalam laporan yang sama tersebut disebutkan bahwa ada kemungkinkan hingga 92% pekerjaan memperbaiki sepeda dapat dilakukan secara otomatis. Tetapi angka ini tentu tidak menghitung secara menyeluruh dari faktor ekonomi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga manusia dan mesin apabila pekerjaan untuk perbaikan sepeda dilakukan secara otomatis.

Contoh lain adalah pembuatan tools berbasis machine learning. Tools ini kelak diharapkan dapat menggantikan tugas manusia. Salah satu yang mulai populer kaitannya dengan tren e-commerce di seluruh dunia adalah munculnya mesin automatisasi untuk iklan digital bagi bisnis yang memiliki jutaan produk. Untuk memaintance campaign raksasa dibutuhkan usaha yang tak sedikit. Untuk itu, muncullah ide untuk membangun tools berbasis machine learning yang akan menjalankan campaign ini secara otomatis.

Barangkali sepintas sebagai manusia kita merasa terancam dengan hadirnya mesin ini. Namun, di satu sisi kita juga harus berpikir bahwa apa yang menjadi input dari machine learning ini juga berasal dari manusia. Oleh karena itu, di balik setiap automasi sebenarnya tetap dibutuhkan manusia sebagai “otak” dan posisi ini tidak akan bisa tergantikan.

Teknologi membuat jenis pekerjaan baru

Satu hal yang sebenarnya tidak akan bisa digantikan oleh mesin dari manusia adalah kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan cepat tanpa arahan dari siapapun. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk bergerak sangat cepat, termasuk dalam hal belajar. Munculnya teknologi dengan berbagai varian pada akhirnya menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru dan tugas manusia di sini adalah melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan ini, yakni dengan cara mempelajari skill-skill baru yang relevan.

Jika mesin membutuhkan otak-atik dari manusia selaku pembuatnya untuk memprogram ulang, maka manusia tak membutuhkan kendali itu. Faktor inilah yang membuat manusia sebenarnya selalu memiliki peluang untuk tetap bemanfaat meskipun gempuran teknologi semakin tidak terkendali. Lagi-lagi semua ini kembali pada manusianya. Apakah memang dengan berbagai kemajuan teknologi ia siap untuk juga berkembang atau berpangku tangan dan menyalahkan semua perubahan yang mau tidak mau selalu dihadapi manusia di manapun tempatnya.