Home  »  Opinion   »  
Opinion

Benarkah Media Sosial Membuat Orang Semakin Kesepian?

[Foto: universityofcalifornia.edu]
Pernahkah Anda bermain media sosial selama berjam-jam namun tetap merasa kesepian? Ternyata, mencari teman di dunia maya ketika merasa kesepian tidak banyak membantu Anda untuk menjadi dekat atau terhubung dengan orang lain. Semakin lama orang menghabiskan waktu di media sosial, mereka semakin cenderung merasa terisolasi secara sosial.

Setidaknya, inilah pernyataan yang diungkap oleh peneliti. Bahkan ketika peneliti mengontrol faktor-faktor seperti status hubungan dan tingkat pendidikan, mereka menemukan bahwa orang yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam sehari cenderung dua kali merasa terisolasi secara sosial, dibandingkan orang yang waktu bermain di media sosialnya hanya 30 menit sehari.

Selain itu, mereka yang menggunakan platform media sosial sekitar 58 kali per minggu, cenderung tiga kali merasa terisolasi dibandingkan mereka yang beraktivitas kurang dari sembilan kali.

Ketika memulai penelitian ini, peneliti pun sebenarnya tidak menduga hasilnya akan seperti ini. Karena media sosial seharusnya membuat seseorang merasa terhubung dengan orang lain.

“Kami benar-benar berharap media sosial akan memberikan paling tidak manfaat,” kata peneliti utama Brian A. Primack, MD, Direktur University of Pittsburgh’s Center for Research on Media, Technology and Health, seperti dikutip dari Real Simple.

Studi yang diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine ini menanyai 1.787 orang dewasa di Amerika Serikat. Pertanyaannya adalah seberapa sering mereka menggunakan 11 media sosial populer seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Snapchat. Peserta penelitian itu berusia 19-32 tahun dan termasuk dalam kelompok generasi milenial. Mereka pun ditanyai mengenai kesehatan mental dan emosional.


Sebenarnya, studi ini belum bisa menentukan hubungan sebab akibat antara media sosial dan isolasi dunia nyata. Peneliti mengatakan, tampaknya mereka yang sudah merasa kesepian beralih ke media sosial dengan harapan meningkatkan lingkaran sosialnya.

“Namun jika itu benar, hasil studi ini menyimpulkan ‘proses pengobatan sendiri’ tampaknya tidak berjalan begitu baik,” ujar Primack. Kemudia, ia menawarkan penjelasan potensial lain.

“Mereka yang banyak menggunakan media sosial tampaknya tidak memiliki banyak waktu untuk menjalani pengalaman sosial langsung yang lebih memuaskan. Atau mungkin orang yang banyak menggunakan media sosial cenderung merasa orang lain lebih terhubung daripada dirinya. Mereka melihat orang lain mendapat lebih banyak klik like dan pesan, sehingga ia merasa tersisihkan,” katanya.

Tidak memandang mana yang duluan (kesepian atau penggunaan media sosial), Primack mengatakan studi baru ini seharusnya memberikan ‘peringatan’ terhadap pengguna media sosial, orangtua yang prihatin, dan tenaga medis profesional.

Primack pun tidak menyarankan semua orang untuk puasa media sosial. Ia pun menyadari bahwa media sosial merupakan alat yang sangat berharga. “Kami tidak memiliki banyak rekomendasi, kecuali bahwa masyarakat merefleksikan penggunaan media sosial mereka dan memastikan mereka menggunakannya untuk kehidupan yang lebih baik,” tambahnya.

Sebelumnya, analisis-analisis dari peserta kelompok studi yang sama pun menemukan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan juga berhubungan dengan depresi dan masalah tidur.

Sebagai tindak lanjut, saat ini Primack melakukan studi tentang bagaimana tepatnya masyarakat dalam menggunakan media sosial. Misalnya, orang menggunakan media sosial untuk berhubungan dengan orang lain yang ditemui untuk menghabiskan waktu bersama di dunia nyata.

“Kami mencurigai adanya perbedaan pada orang yang menggunakan media sosial sebagai tujuan dan mereka yang menggunakannya sebagai alat untuk mendongkrak hubungan nyata yang sudah dimiliki,” pungkasnya.

Jadi, apakah Anda setuju jika bermain sosial media tetap membuat diri kesepian?