Home  »  Opinion   »  
Opinion

Berkenalan dengan Industri Fintech di Indonesia

[Foto: pixabay.com]
Tahun 2017 diprediksi menjadi tahun di mana industri bidang fintech akan semakin populer di Indonesia. Meski terbilang sebagai industri yang lumayan baru, fintech menjadi satu jenis bisnis yang memiliki peminat dalam jumlah yang cukup besar. Bisnis ini pun diprediksi akan mampu menarik banyak pemain, entah dari skala kecil maupun besar, seperti misalnya bank yang terlebih dulu menjadi pemain utama dalam bisnis financial ini.

Fenomena ini tidak mengherankan, mengingat sejak awal kemunculan fintech di kalangan konsumen memang mendapatkan angin segar berupa penerimaan yang positif. Bagaimana tidak. Kehadiran fintech memang sebagian besar dipandang sebagai ‘keuntungan’ bagi konsumen. Bayangkan ketika Anda kehabisan pulsa di jalan, Anda bisa langsung membelinya melalui smartphone di genggaman. Ingin membeli tiket atau membayar belanjaan, bisa langsung tap dari ponsel ala T-Cash milik operator Telkomsel. Pun ketika bepergian, Anda tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar atau pusing mencari ‘pecahan’ untuk kembalian. Kemudahan itu yang coba untuk ditawarkan Go-Jek melalui fasilitas Go-Pay.

Menurut National Digital Research Centre (NDRC), fintech sebenarnya adalah istilah yang merujuk pada inovasi yang muncul di sektor jasa finansial. Sebuah definisi yang sebenarnya sangat sederhana. Namun, seiring dengan perkembangannya, fintech dipandang sebagai sebuah industri tersendiri. Alasannya jelas karena jauh sebelum akhirnya fintech ramai di kalangan konsumen Tanah Air, di Barat sana, fintech terlebih dahulu meluas dan mendapatkan respons yang juga sangat baik, sehingga dipandang cukup prospektif sebagai sebuah bisnis tersendiri.


Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengelompokkan fintech ke dalam dua jenis. Jenis yang pertama adalah Fintech 2.0 yang merupakan produk inovasi berbasis teknologi dari bank atau institusi keuangan terdaftar lainnya. Sementara, jenis kedua adalah Fintech 3.0 yang merupakan produk inovasi berbasis teknologi yang dihasilkan oleh perusahaan rintisan atau yang belum terdaftar sebagai institusi keuangan resmi seperti pada kategori Fintech 2.0.

Menurut Dwi Kurniawan, Direktur Strategi dan Pengembangan Sistem Informasi Departemen Pengelolaan Sistem Informasi OJK, saat ini ada sekitar 50 fintech yang terdaftar secara resmi oleh OJK. Jumlah ini tentunya bisa dipastikan terus meningkat seiring dengan perkembangan startup yang gencar melakukan inovasi dalam bidang fintech. Berbagai startup bidang fintech ini pun bermunculan menyajikan berbagai layanan seperti misalnya e-wallet, jual beli saham, payment gateway, e-money, dan lain-lain.

Peer-to-Peer (P2P) Lending dan Crowdfunding

P2P Lending pada dasarnya adalah jasa layanan simpan-pinjam antanasabah. Seseorang akan menyimpan uang ke dalam sebuah platform seperti layaknya seorang investor yang memberikan pinjaman kepada user lain. Sementara, di sisi lain ada user yang meminjam sejumlah uang dari platform tersebut. Dalam P2P Lending, semua pihak diuntungkan. Pemilik modal akan diuntungkan dengan iming-iming pengembalian dana yang lebih besar.

Sementara, peminjam akan diuntungkan dengan sistem peminjaman yang lebih mudah dan praktis dibanding jika mereka ingin ke bank. Sementara, crowdfunding lebih condong pada suatu platform yang mempertemukan orang-orang yang ingin menggalang dana dan investor yang memberikan dana yang bersifat sukarela.

Payment (E-Money, E-Wallet) dan Payment Gateway

Kemunculan startup yang mengusung ide untuk melakukan transaksi online menjadi semacam pemacu munculnya area payment dan payment gateway dalam industri fintech. E-commerce malah bisa jadi dikatakan sebagai pelopor munculnya industri fintech di Tanah Air. Melalui bisnis fintech yang dikembangkan, mereka berupaya untuk memudahkan konsumen untuk melakukan transaksi online seperti misalnya dengan metode credit card, internet banking, hingga online credit card, dan juga e-money. Intinya, bisa juga dikatakan bahwa fintech adalah salah satu industri yang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan e-commerce, khususnya di Indonesia.