Home  »  News   »  
News

CEO Uber Biayai Keluarga Pengemudi yang Terdampak Larangan Imigrasi Negara Muslim

Travis Kalanick [Foto: Flickr.com/Heisenberg Media]
Langkah mengejutkan dari Presiden Donald Trump yang melarang lebih dari 130 juta orang memasuki negara Amerika Serikat bagai petir di siang bolong. Pada hari Sabtu, 28 Januari 2017 kemarin, bandara-bandara internasional AS dilanda kekacauan, sementara lembaga penegak hukum Amerika dan negara-negara asing mencoba untuk memahami kebijakan baru yang dibuat oleh Washington tersebut.

Tak hanya dunia politik, kebijakan tersebut ternyata menimbulkan fluktuasi di berbagai sektor, termasuk ekonomi dan bisnis. CEO dan co-founder Uber Travis Kalanick akhirnya buka suara untuk menanggapi keluhan para eksekutif Uber, yang cemas dengan kebijakan kontroversial Presiden AS, Donald Trump, terkait larangan masuknya warga AS dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Seolah menggemakan seruan yang sama dengan CEO Google Sundar Pichai dan CEO Microsoft Satya Nadella, CEO Apple Tim Cook, CEO Reed Hastings, dan banyak lagi eksekutif perusahaan teknologi global lainnya, Kalanick menulis surat kepada para staf Uber, juga mengunggahnya ke wall Facebook-nya. Menurut dia, perusahaan yang bergerak di bidang aplikasi pemanggil transportasi umum tersebut memiliki lebih dari selusin karyawan yang terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut.

Namun Kalanick menyatakan, dampak yang lebih besar akan segera dirasakan perusahaan, merugikan ribuan pengemudi Uber yang seringkali bepergian ke negara asal mereka untuk mengunjungi sanak keluarga.


“Kami tengah melakukan proses untuk mengidentifikasi para pengemudi (yang terkena dampak kebijakan tersebut) dan memberi mereka kompensasi pro bono selama tiga bulan ke depan untuk membantu meringankan beban finansial dan komplikasi yang terjadi dengan cara menunjang hidup keluarga mereka, dan memastikan mereka memiliki suplai makanan,” tulis Kalanick dalam memo-nya. “Kami akan mengabari detailnya dalam beberapa hari.”

Seperti dilansir dari TechCrunch, Minggu, 29 Januari 2017, juru bicara Uber menyatakan proses identifikasi para pengemudi Uber yang terdampak sudah mulai dilaksanakan, namun perusahaan tersebut belum memberi keterangan yang spesifik mengenai kapan kompensasi akan diberikan.

Kalanick juga mengambil kesempatan ini untuk menerangkan soal keputusannya bergabung dengan kelompok penasehat ekonomi Trump bulan lalu, bersama eksekutif teknologi seperti Elon Musk dan Ginni Rometty. CEO Uber itu menjelaskan bahwa ia berharap kiprah mereka bisa membantu warga dan “menyuarakan suara mereka.”

Menurut Kalanick, “Pelarangan ini akan mempengaruhi banyak warga yang tak bersalah, dan isu ini akan saya ajukan Jumat depan, saat menghadiri rapat dewan penasehat bisnis Presiden Trump yang pertama di Washington.”

Selain Kalanick, beberapa CEO dari raksasa teknologi juga memprotes kebijakan dari Presiden Trump tersebut. Sebelumnya, CEO Netflix Reed Hastings menyuarakan pendapat di laman Facebook-nya, mengeskpresikan ketidak-setujuannya dengan kebijakan Trump tersebut.

“Kelakuan Trump menyakiti karyawan Netflix di seluruh dunia, dan tidak seperti Amerika (yang biasanya), hal itu menyakiti kita semua,” tulis Hastings. “Lebih buruk lagi, aksi-aksi macam itu membuat Amerika lebih tak aman (makin dibenci dan kehilangan teman) alih-alih lebih aman. (ini adalah) minggu yang sangat menyedihkan, dan akan lebih sedih lagi karena hidup lebih dari 600.000 Dreamers di Amerika berada dalam ancaman. Inilah waktu untuk bergandengan tangan untuk melindungi nilai-nilai Amerika yang penuh kebebasan dan kesempatan.”

Selain Hastings, CEO Twitter Jack Dorsey juga memberi pernyataan singkat namun tegas mengenai ketidaksetujuannya terhadap kebijakan imigrasi Trump.

“Dampak kemanusiaan dan ekonomi dari Orde Eksekutif tersebut sangat nyata dan mengecewakan,” tulis Dorsey, seraya menghubungkan pernyataan serupa dari Asosiasi Internet di Twitter. “Kami telah diuntungkan dengan apa yang dibawa pengungsi dan imigran ke AS.”