Home  »  News   »  
News

Cina Paksa Warga di Wilayah Mayoritas Muslim Xinjiang untuk Memasang Aplikasi Spyware di Ponsel Mereka

[Foto: Shutterstock/DoublePHOTO studio]
Cina telah memberlakukan tindakan pengawasan warga secara digital di Xinjiang, yang merupakan tempat tinggal sebagian besar populasi minoritas Muslim.

Pihak berwenang Cina mengirimkan pemberitahuan lebih dari seminggu yang lalu yang menginstruksikan warga untuk memasang sebuah “aplikasi penguntit” (alias spyware) di ponsel-ponsel mereka. Mereka juga melakukan inspeksi di wilayah tersebut untuk memastikan semua penduduk memasang aplikasi tersebut di gadget mereka.

Pemberitahuan tersebut—yang ditulis dalam bahasa Uighur dan Cina—dikirim via WeChat kepada penduduk di Urumqi, ibu kota Xinjiang.

Dilansir Mashable, pengguna Android diinstruksikan untuk memindai kode QR agar bisa memasang aplikasi Jingwang yang akan—seperti yang diklaim oleh pihak berwenang—“secara otomatis mendeteksi video, gambar, e-book dan dokumen keagamaan yang ilegal dan radikal” yang tersimpan di ponsel. Jika konten ilegal terdeteksi, pengguna akan diperintahkan untuk menghapusnya.

Analisis teardown oleh pengguna di Cina menunjukkan bahwa aplikasi tersebut serupa dengan aplikasi “keamanan warga negara” yang dikembangkan oleh polisi Urumqi pada bulan April tahun ini. Aplikasi tersebut memungkinkan pengguna melaporkan kejadian yang mencurigakan kepada polisi.

Aplikasi tersebut dilaporkan memindai tanda tangan digital MD5 dari file media di ponsel, dan mencocokkannya dengan database “konten berbahaya” yang yang diklasifikasikan oleh pemerintah sebagai media ilegal yang berhubungan dengan terorisme.

Jinwang juga menyimpan salinan catatan Weibo dan WeChat, serta catatan nomor IMEI, data kartu SIM dan data login Wifi. Catatan kemudian dikirim ke server.


Aplikasi “penguntit” tersebut dapat dipasang dalam hitungan detik, dengan menerapkan kode QR yang banyak digunakan di Cina saat ini. Kode QR tersebut telah disebar di semua tempat umum.

Sebuah perusahaan teknologi yang berafiliasi dengan departemen kepolisian kota telah mengembangkan aplikasi ini “untuk menargetkan manusia, materi dan perencanaan untuk melakukan aksi radikal,” ujar sebuah sumber.

Polisi di wilayah tersebut juga telah dilengkapi dengan handset khusus, sehingga mereka bisa langsung memeriksa apakah ponsel pintar warga sudah dipasangi aplikasi yang diperintahkan.

Menurut informasi yang beredar di media sosial dalam bahasa Cina, pengguna yang menghapus atau tidak memasang aplikasi akan ditahan hingga 10 hari.

Langkah ini merupakan yang terbaru dalam pengawasan digital di Urumqi. Pada bulan Maret, pegawai pemerintah diminta untuk menandatangani sebuah kesepakatan yang memiliki konten media “yang terkait dengan terorisme”, sementara polisi mengadakan inspeksi mendadak terhadap sekelompok mahasiswa keperawatan.

“Polisi Cina sangat kuat, terutama di Xinjiang, (mereka) yang dicegat untuk diperiksa sepertinya tidak dapat menolak permintaan polisi,” kata Maya Wang, seorang peneliti senior Human Rights Watch kepada Mashable.

“Pihak berwenang harus menjelaskan banyak hal mengenai perangkay lunak ini, termasuk kemampuan yang dimilikinya,” tambahnya. “Walaupun pihak berwenang punya tanggung jawab untuk melindungi keamanan publik, termasuk memerangi terorisme, pengumpulan data massal semacam itu dari rakyat sipil merupakan bentuk dari penguntitan massal, dan pelanggaran privasi.”

Joshua Rosenzweig, analis Amnesty International yang berbasis di Hong Kong, juga berpendapat demikian. “Saya pikir ada alasan bagus untuk khawatir mengenai jenis data pribadi yang bisa dikumpulkan oleh aplikasi tersebut, mengenai diri dan aktivitas mereka, tanpa mereka ketahui,” katanya.

Xinjiang memiliki populasi delapan juta orang Uighur, yang merupakan kelompok etnis Turki. Rakyatnya telah mengeluhkan penindasan yang sudah berlangsung lama di bawah pemerintahan Komunis negara tersebut.

Pada bulan Maret, pemerintah melarang kerudung dan jenggot panjang , yang menjadi kebiasaan tradisional orang Muslim.

Tahun lalu, warga Xinjiang yang menggunakan aplikasi perpesanan asing seperti Whatsapp mendapati bahwa layanan telepon mereka telah dihentikan.