Home  »  Opinion   »  
Opinion

Dianggap Dukung ISIS, Twitter Digugat Warga Amerika

[Foto: flaticon.com]
Dengan adanya media sosial seperti Twitter, memang sangat memudahkan kita dalam berkoneksi dengan orang lain, hingga mendapatkan informasi terkini. Saking mudahnya, jejaring sosial microblogging tersebut pun dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menyebarkan propaganda.

Dilansir dari Business Insider, Rabu, 11 Januari 2017, Twitter baru saja digugat oleh anggota keluarga dari tiga warga Amerika Serikat. Mereka merupakan korban serangan ISIS di Belgia dan Prancis. Alasan mereka menggugat adalah karena media sosial besutan Jack Dorsey itu dianggap masih bisa dijangkau oleh kelompok ISIS.

Pada 8 Januari 2017, gugatan tersebut diajukan di distrik New York selatan. Penggugat menuduh Twitter punya peranan penting dalam pengembangan citra ISIS dan merekrut anggota di seluruh dunia. Bahkan, Twitter dianggap mampu mengintimidasi musuh-musuh ISIS di seluruh dunia.

Pengacara yang mewakili penggugat berpendapat, Twitter telah melanggar Undang-Undang Antiterorisme. Penggugat pun meminta ganti rugi dalam jumlah yang akan ditentukan kemudian di pengadilan.

Karena ketidakmampuannya dalam melindungi platform dari kelompok teroris, Twitter banyak mendapatkan kritik. Ada sebuah artikel yang terbit pada 2014 di media The Atlantic berjudul “How ISIS Games Twitter”. Artikel tersebut memaparkan bagaimana kelompok ekstremis menggunakan media sosial untuk merekrut anggota hingga menggalang dana.

Lalu, Twitter mulai menghitung seberapa banyak akun pengguna yang terkait dengan ISIS, tepatnya pada musim panas 2015. Selain itu, Twitter juga telah menghapus 125 ribu akun yang diduga memiliki kaitan dengan ISIS. Selanjutnya, pada Agustus 2016, perusahaan menyebutkan telah menghapus 350 ribu akun yang terkait dengan ISIS sejak pertengahan 2015.


Meski segala sesuatu yang berkaitan dengan paham ISIS telah diblokir, Twitter tetap dituduh masih memberikan sumber daya dan layanannya ke ISIS. Bahkan, Twitter juga dituduh menolak melakukan identifikasi akun yang memiliki kaitan dengan ISIS.

Alih-alih menyaring akun yang terkait dengan ISIS, Twitter disebut-sebut hanya meninjau akun yang dilaporkan oleh pengguna lainnya. “Sederhananya, ISIS menggunakan Twitter sebagai alat sekaligus senjata untuk terorisme,” ujar sang penggugat. Perihal kasus ini, juru bicara Twitter pun tidak mau menanggapinya.

Sebelumnya, gugatan serupa juga menuduh Twitter telah menyediakan dukungan kepada ISIS. Seorang wanita menggugat Twitter karena telah memberi ruang bagi ISIS untuk menyebarkan propaganda ekstrem melalui jaringan sosialnya.

Wanita tersebut melayangkan gugatan setelah suaminya tewas ketika seorang pria bersenjata menyerang sebuah pusat pelatihan polisi di Yordania. Dilansir dari The Wallstreet Journal, suami wanita itu, Lloyd Carl Fields Jr adalah seorang kontraktor Amerika yang dibunuh dalam insiden yang terjadi pada 9 November 2015.

Dalam berkas gugatannya, wanita tersebut menyatakan selama bertahun-tahun Twitter telah sengaja mengizinkan kelompok teroris ISIS menggunakan jaringan sosial sebagai alat menyebarkan propaganda ekstrimis, sekaligus untuk menggalang dana dan menarik anggota baru.

“Dukungan material ini telah mendukung kelompok ISIS berkembang dan memungkinkan melakukan berbagai serangan teroris,” ujar wanita tersebut dalam berkas gugatannya.

Dokumen pengadilan itu juga menyebutkan, ada sekitar 70 ribu akun Twitter yang terkait dengan kegiatan kelompok radikal ISIS. Menurutnya, tidak ada inisiatif dari Twitter untuk menyisir akun dan postingan para pendukung ISIS, meskipun ada kebijakan untuk menghapus akun-akun yang menghasut kekerasan.

Kepada the wall street journal, juru bicara Twitter menegaskan bahwa ancaman kekerasan dan dukungan terhadap terorisme, selayaknya tidak mendapatkan tempat, baik di Twitter maupun di media sosial lainnya. Menurutnya, aturan itu jelas.

Namun, lanjutnya, karena kebijakan penghapusan itu sejumlah karyawan Twitter sempat mendapatkan ancaman akan dibunuh pada 2015. Kendati menaruh simpati terhadap seorang wanita yang menggugatnya, juru bicara Twitter menilai gugatan yang diajukan tidak ada dasarnya.

“Sebagai catatan, situs media sosial dilindungi oleh hukum. Pasal 230 Undang-Undang Kesusilaan Komunikasi menyatakan bahwa layanan seperti Twitter, Facebook dan YouTube tidak bertanggung jawab atas tindakan pengguna mereka,” tegasnya.