Home  »  News   »  
News

Disney Akan Segera Akuisisi Netflix?

[Foto: Flickr.com/Shardayyy]
[Foto: Flickr.com/Shardayyy]
Sebagai pendatang baru di dunia hiburan digital, Netflix mengejutkan Wall Street dengan pendapatan kuartal ketiga mereka yang di luar ekspektasi. Belum lagi pertumbuhan  penggunanya di seluruh dunia yang terus melesat. Perusahaan tersebut melaporkan pendapatan kuartalnya bulan Oktober 2016 lalu, yang melampaui dua milyar dolar untuk pertama kalinya.  Segera setelah pendapatan tersebut dipublikasikan, saham Netflix langsung melesat sebesar 20 persen.

Namun di dunia digital yang berbasis Internet dan di tengah persaingan layanan video premium over-the-top (OTT), Netflix rentan terhadap banyak “serangan” dan persaingan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurut laporan NYTimes, tantangan terbesar Netflix saat ini berasal dari AT&T, yang baru saja menggelontorkan dana sebesar 85 milyar dolar untuk membeli Time Warner, perusahaan di balik Warner Bros, HBO, dan Turner. AT&T bersama Time Warner akan segera meluncurkan DirecTV Now, televisi premium yang akan menyiarkan channel-channel televisi yang tak dimiliki Netflix, dengan biaya berlangganan 35 dolar per bulan.

Perusahaan telekomunikasi itu dikabarkan akan melakukan kontrol atas konten strategis yang baru dibeli tersebut, dan siap melindunginya dari pesaing-pesaingnya, termasuk Netflix.

Bagi perusahaan platform distribusi OTT berbasis teknologi seperti Netflix dan para pesaingnya, konten adalah raja; atau mungkin senjata utama dalam penarik pelanggan. Mereka menggunakan konten-konten premium yang eksklusif untuk menembus persaingan, menarik dan mempertahankan pengguna. Netflix, misalnya, baru-baru ini mengumumkan target mereka untuk menyajikan 50 persen konten ekslusif yang orisinil dari total konten yang mereka tawarkan.


Konsep konten premium orisinil ini digunakan oleh Netflix dan seluruh pesaingnya, besar dan kecil, seperti Hulu, Amazon Prime Video, Verizon go90, dan layanan “Unplugged” milik YouTube (yang kabarnya akan diluncurkan awal 2017 mendatang), hingga layanan video premium milik Facebook dan Apple.

Sementara Netflix dan layanan sejenis sangat membutuhkan pasokan konten premium, para pemilik konten premium pun membutuhkan platform OTT tersebut untuk meraih pemirsanya. Dan para pemirsanya, generasi milenial, terus merasakan kebutuhan untuk mengonsumsi platform media non-tradisional, seperti Media 2.0. Lingkaran tersebut membuat bisnis ini terlihat menjanjikan, dan para pemain besar nampaknya menyadari hal tersebut.

Bahkan sebelum selentingan mengenai penjualan Time Warner kepada AT&T berhembus, Disney dikabarkan telah melirik Netflix di tengah menurunnya subscriber ESPN dan meningkatnya tren dan kebutuhan akan layanan media nirkabel khususnya di kalangan milenial. Rumor tersebut berhembus makin kuat setelah AT&T diberitakan resmi mengakuisisi Time Warner.

Menurut analisa TechCrunch, dengan membeli Netflix, Disney akan mendapat apa yang mereka butuhkan: footprint video OTT global terbesar dan brand OTT premium yang universal. Selain itu, Netflix memiliki platform data berharga dan orang-orang pintar yang menggunakannya, yang bisa menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan media yang cenderung masih tradisional. Bahkan Disney kemungkinan belum mampu membuat hal seperti itu.

Selain itu, walaupun Netflix berhasil membukukan angka pendapatan yang mentereng pada kuartal ketiga tahun ini, mereka tetap membutuhkan pembeli atau investor besar. Salah satu tantangan jangka panjang terbesar Netflix adalah, model bisnis berbasis-langganan dengan fokus tunggal akan sulit bersaing dengan model bisnis multi-revenue yang lebih beragam seperti Amazon, Apple, YouTube (Google), At&T, dan Verizon. Apalagi, harga pokok penjualan (HPP) Netflix akan meningkat signifikan saat mereka mewujudkan target 50 persen konten orisinil-nya.

Jadi, wajar jika Disney dan Netflix dianggap sebagai pasangan yang ideal. Apalagi, pendiri dan CEO Netflix Reed Hastings digadang-gadang akan menggantikan CEO Disney Bob Iger, yang akan pensiun pada tahun 2018 mendatang. Jadi, apakah “the Happiest Place on Earth” akan segera memiliki “the Happiest Place on the Internet”? Kita tunggu saja.