Home  »  Opinion   »  
Opinion

Gaji 5 Juta Cukup, tapi Gaji 25 Juta Malah Banyak Hutang

Gaji 5 juta cukup, gaji 25 juta banyak hutang
[Foto: Pixabay.com | Tumisu]
Single, bekerja di Jakarta dan tinggal di kos-kosan:

Gaji 5 Juta: Cukup

Gaji 10 Juta: Ngepas

Gaji 25 Juta: Malah Banyak Hutang (Hutang karena pembelian barang konsumtif pula)

Semakin gede gajinya, makin tinggi gengsinya, makin banyak keinginannya.

Menjaga penampilan memang penting dan dibutuhkan apalagi jika pekerjaan atau profesi Anda mengharuskan Anda bertemu dengan banyak orang, pastinya Anda selalu ingin menampilkan yang terbaik. Tapi terkadang, sebagian orang terlalu mengikuti tren dan termakan gengsi hingga lupa diri. Membeli baju, tas, sepatu, dll bukan lagi karena kebutuhan tapi lebih karena keinginan dan gengsi. Takut dianggap gak keren, belum lagi adanya keinginan pamer kepada orang lain. Hal ini tak jarang membuat sebagian orang memaksakan diri membeli barang-barang tersebut di luar kemampuannya.

Jadi Gak Boleh Beli Barang Bermerk?

Tidak ada yang salah dengan membeli barang bermerek dan berkualitas bagus dengan harga mahal, asal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan (anggaran). Yang keliru adalah ketika Anda memaksakan membeli barang-barang konsumtif misalnya barang fashion bermerek dengan harga mahal, padahal sebenarnya Anda tidak punya anggaran yang cukup untuk itu. Alhasil Anda bela-belain gesek kartu kredit alias ngutang, belum lagi fasilitas cicilan 0% dari kartu kredit yang membuat sebagian orang menjadi kalap belanja.

Secara prinsip ekonomi, pengeluaran seharusnya lebih kecil dari pendapatan. Tetapi di zaman modern sekarang ini sebagian orang sudah lupa dengan petuah tersebut sehingga yang terjadi malah sebaliknya, pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Saya sama sekali tidak anti dengan barang bermerek dan mahal. Jika butuh dan dananya ada, silahkan dibeli secara tunai, iya secara tunai.

Hal yang sama untuk pembelian gadget. Jika memang fitur ponsel pintar seharga Rp 2,5 juta cukup memadai untuk Anda, kenapa Anda harus bela-belain nyicil yang harganya 4 bahkan 5 kali lebih mahal dari itu (baca: di atas Rp 10 juta). Jika Anda membeli suatu barang sesuai fungsi dan sesuai kemampuan Anda, maka barang tersebut bisa dikategorikan sebagai “biaya hidup”. Sebaliknya, jika Anda membeli di luar kemampuan Anda dan hanya untuk gengsi, maka barang tersebut saya kategorikan sebagai “gaya hidup”.

Perlu diingat bahwa kebutuhan dan kemampuan seseorang itu berbeda-beda dan sangat subjektif.  Kalo penghasilan Anda misalnya Rp 25 juta per bulan, masih wajarlah kalo tas Anda seharga Rp 3 juta. Begitupun jika Anda seorang pimpinan perusahaan dengan penghasilan di atas Rp 100 juta per bulan, wajar banget kalo kebutuhan tas Anda di atas Rp 5 juta. Yang menjadi tidak wajar adalah Anda bergaji Rp 5 juta tapi membeli tas seharga Rp 5 juta, entah dengan gesek kartu kredit atau ngutang sana-sini. Kartu kredit boleh saja digunakan, namun hanya untuk hutang yang terencana dan yakin mampu dilunasi tepat waktu.

Jangan sampai Anda terlilit hutang hanya untuk barang-barang seperti itu. Usahakan untuk selalu membeli barang konsumtif secara tunai apalagi jika yang Anda beli bukanlah kebutuhan utama.

Kalau Soal Beli Kendaraan Bermotor?

Kita hidup di negara di mana kita dianggap belum mapan jika tidak punya kendaraan pribadi. Menjadi suatu pertanyaan ketika seorang manajer perusahaan ternama, datang naik kendaraan umum atau taksi ke acara ngumpul-ngumpul dengan temannya: “Mobil lo kemana? Eh lo ga nyetir mobil sendiri?” Seolah-olah mobil dijadikan sebagai simbol kemapanan.


Ada survei yang menyebutkan bahwa kebanyakan orang beli mobil karena gengsi. Iya gengsi.

Sebuah riset dilakukan tahun 2014 oleh Nielsen, sebuah perusahaan riset global dengan judul “The Nielsen Global Survey of Automotive Demand”, dilakukan kepada responden 30 ribu konsumen dari 60 negara. Hasilnya adalah 67 persen pemilik mobil di Indonesia meyakini bahwa mobil merupakan simbol yang penting atas kesuksesan yang telah mereka capai dalam hidup. Jadi, kebanyakan orang Indonesia membeli mobil untuk menaikkan status sosial, bukan semata sebagai alat transportasi.

Jika pekerjaan atau profesi Anda menuntut Anda harus berpergian ke banyak tempat dalam satu hari (mobile) atau jika dari tempat tinggal Anda memang tidak ada akses atau fasilitas transportasi publik ke tempat kerja, memiliki kendaraan bermotor (motor maupun mobil) mungkin memang menjadi kebutuhan.

Pilihlah kendaraan bermotor yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuaikan dengan anggaran Anda. Salahkan mencicil? Saya tetap menyarankan untuk membeli barang konsumtif termasuk kendaraan bermotor secara tunai. Jika memang kesanggupan Anda membeli kendaraan bekas, ya silahkan beli bekas. Jika memang dananya belum cukup, bersabar dan tunggulah hingga tabungan Anda mencukupi. Ingat, total harga pembelian kendaraan secara kredit akan jauh lebih mahal dibanding secara tunai. Dan sadarkah Anda bahwa nilai kendaraan itu menurun hanya dalam beberapa tahun? Bahkan ketika keluar dari show room pun sebenarnya harganya sudah turun.

Anda juga harus siap dengan segala biaya yang akan muncul setelah memiliki kendaraan bermotor, terutama mobil. Anda harus siap membayar biaya operasional (bahan bakar, tol, parkir), pajak, biaya pemeliharaan rutin, hingga biaya kerusakan yang pastinya tidak murah. Jauhkan segala gengsi yang membawa Anda terlilit pada hutang, toh sekarang fasilitas transportasi publik semakin memadai, apalagi dengan adanya taksi atau ojek online. Saya telah melakukan perhitungan dan analisa, bahwa hingga saat ini mobilitas saya cukup dengan taksi atau ojek online dan transportasi publik seperti KRL. Mungkin bagi sebagian orang, saya malah dianggap boros karena naik taksi ke sana kemari, tapi saya kan tidak keluar uang untuk beli mobil di awal, tidak keluar biaya operasional dan biaya pemeliharaan, pajak, serta biaya kerusakan. Selain hemat biaya, saya juga hemat tenaga dan emosi. Selain itu, saya bisa memanfaatkan waktu di perjalanan dengan membaca. Menurut saya, menyetir itu melelahkan fisik dan hati terutama di Ibukota dan sekitarnya.

Mungkin bisa belajar dari rekan kerja saya. Dengan posisi yang bagus di perusahaan dan gaji yang sangat mencukupi, beliau termasuk orang yang tidak menganggap mobil sebagai lambang kesuksesan. Mampu nyicil mobil mewah seharga Rp 1 milyaran, beliau memilih beli mobil seharga Rp 200 juta secara tunai. Bahkan beberapa saat lalu, beliau berencana menjual mobilnya karena toh selama ini mobilitas beliau cukup dengan taksi atau transportasi publik seperti KRL. Memang hanya sedikit orang yang bisa menekan gengsi seperti beliau.

Silakan lakukan perhitungan dan analisa kebutuhan dan kemampuan Anda dalam membeli kendaraan bermotor dan bijaklah dalam mengambil keputusan.

Cukupkan Diri

Jadi, kembali ke pernyataan saya di atas, bahwa semakin besar penghasilan seseorang semakin banyak keinginannya. Kebutuhan memang bisa saja berubah sesuai dengan peningkatan penghasilan seseorang. Tapi ya itu tadi, jangan sampai jangan memaksakan diri dan berhutang demi barang-barang konsumtif. Cukupkan diri Anda dengan penghasilan Anda dan bergayalah sesuai kemampuan Anda. 

Bagaimana cara menghindari pola hidup yang konsumtif? Tips dan trik-nya akan saya jabarkan pada tulisan selanjutnya 😉

“Yang sedikit akan cukup jika dipakai untuk biaya hidup, yang banyak akan kurang jika dipakai untuk gaya hidup”