Home  »  News   »  
News

Google Siapkan Cara Baru Agar Internet Makin Kencang

[Foto: blogsecond.com]
Baru-baru ini, raksasa mesin pencari Google telah mempersiapkan ‘sesuatu’ yang bisa membuat akses internet semakin kencang. Caranya adalah dengan menyiapkan algoritma baru yang bisa mengendalikan dan mengelola transmisi data.

Algoritma pengendali macet data bernama Google Bottleneck Bandwidth and Round (BBR) tersebut bekerja untuk memaksimalkan kecepatan internet. Algoritma pengendali macet data memang sudah menjadi standar pada 1980-an, yang bekerja melambatkan transfer data saat mendeteksi adanya jaringan yang makin kelebihan muatan.

Metode melambatkan data saat sebuah jaringan kelebihan muatan memang terlihat rumit. Namun, langkah ini bisa memengaruhi kecepatan secara signifikan. Google pun sudah membuktikan algoritma jenis ini.

Dalam blog perusahaan, Google memamparkan bahwa semenjak menggunakan algoritma pengendali macet ini pada YouTube, platform tersebut mengalami peningkatan kecepatan hingga 4 persen di seluruh dunia, serta kenaikan 14 persen di beberapa negara.

Nah, algoritma baru BBR yang sudah disiapkan Google selama dua tahun tersebut memiliki tugas yang sama dengan algoritma sebelumnya.

Neal Cardwell, staf perekayasa software senior di Google, menjelaskan bahwa algoritma BBR adalah contoh lain bagaimana Google berkomitmen untuk memperbaiki kecepatan jaringan internet. “Google ingin membantu internet jadi secepat mungkin,” jelas Cardwell.

Dengan menerapkan algoritma BBR, maka apa pun yang terhubung ke internet, secara otomatis akan mengurangi separuh kecepatannya, apabila mendeteksi adanya unit data yang tersesat di tengah kemacetan trafik.

Algoritma BBR memberi jalan kepada jaringan untuk memprediksi unit data yang hilang, ke mana unit data itu akan pergi. Dengan kemampuan itu, maka Google bisa menghindari laju transfer data yang melambat akibat banyaknya trafik dalam sebuah jaringan.


Cardwell mengatakan, saat ini Google tengah memperjuangkan algoritma BBR agar bisa dimasukkan dalam standar Protokol Kendali Transmisi yang mendasari seluruh internet. Hal ini pun sudah dibicarakan.

Sementara itu, melansir dari laman Ventura Beat, algoritma ini membuat pengguna yang mengakses layanan Google seperti Cloud BigTable, Cloud Spanner, atau Cloud Storage akan mendapati trafik dari dan ke komputer mereka dipercepat.

Selain itu, aplikasi komputasi awan pengguna yang menggunakan Google Cloud Load Balancing atau Google Cloud CDN juga akan merasakan manfaat serupa. Dengan kata lain, pengguna akhir (end-user) dari suatu aplikasi Google akan merasakan performa yang lebih baik.

Google mengklaim, BBR mampu mentransfer data hingga 2.700 kali lebih cepat dari versi TCP sebelumnya pada jaringan 10Gbps dengan latency 100ms dan packet loss 1 persen.

Bukan yang pertama kali

Sekadar informasi, inovasi algoritma BBR ini bukanlah upaya pertama kali Google dalam mempercepat kecepatan internet. Sebelumnya, Google telah memelopori teknologi seperti protokol QUIC, yang berupaya mengurangi kemacetan trafik dan mempercepat kecepatan transfer.

Untuk mempercepat akses internet, Google juga menempuh cara lain yakni dengan mengembangkan inovasi pada sisi browser Google Chrome, sehingga membuat aplikasi web bisa tampil lebih lancar.

Selain itu, pada 14 Mei 2015 silam, Google juga pernah mengadakan pergelaran teknologi optimalisasi akses internet mobile 2G. Acara itu merupakan upaya Google dalam memberikan akses internet berkecepatan tinggi, khusus bagi para pengguna gadget mobile yang masih menggunakan koneksi lambat di Indonesia.

Teknologi berbasis transcoding tersebut dijanjikan bakal mempercepat koneksi internet hingga 4 kali lebih kencang. Caranya adalah menyederhanakan tampilan situs web dengan elemen-elemen yang lebih hemat bandwidth.

Optimalisasi atau pengurangan ukuran yang dilakukan terhadap konten-konten yang kurang signifikan untuk pengguna mobile, misalnya gambar, turut diklaim bisa menghemat penggunaan data mobile hingga 80 persen.

Pergelaran yang diadakan Google tersebut bersifat uji coba untuk mengumpulkan data dan umpan balik dari pelanggan. Indonesia terpilih sebagai lokasi perdana, lantaran hingga tahun 2015, pelanggan 2G masih lebih banyak dibandingkan pengguna jaringan berkecepatan tinggi 3G dan 4G.