Home  »  Opinion   »  
Opinion

Growth Hacking, Antara Pemenuh Kebutuhan atau Sekadar Pemanis

[Gambar: pexels.com]
Bergabungnya Willix Halim ke situs marketplace populer di Indonesia, BukaLapak, meninggalkan sebuah pertanyaan besar, apakah perusahaan sekelas BukaLapak dengan pentolan tokoh seperti Achmad Zaky masih memerlukan “tambahan personel” sebagai growth hacker? Willix yang sebelumnya menjabat sebagai VP of Growth di Freelancer, sebuah startup yang berbasis di Australia, kini menjadi petinggi di BukaLapak dengan posisi sebagai Chief Operating Officer.

Meski memiliki posisi baru, dalam wawancara dengan Detik, Willix mengaku tugasnya kurang lebih sama dengan posisinya di startup sebelumnya. Sebagai seorang growth hacker, Willix bertanggung jawab untuk mengembangkan bisnis dengan cara yang paling efektif.

Dalam wawancaranya dengan TechinAsia, Willix mengaku ia tidak begitu suka dengan model bisnis “bakar duit” yang sekarang dipakai oleh hampir seluruh startup di Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya dan mengakuisisi user. Baginya, startup Indonesia perlu untuk mengeksplorasi channel-channel lain yang tidak terlalu memakan biaya. Strategi inilah yang nantinya akan ia pakai untuk lebih membesarkan BukaLapak. Walaupun ini pernyataan yang agak aneh, mengingat BukaLapak sendiri tahun lalu juga “bakar duit” hingga 229 miliar Rupiah.

Berbicara soal growth hacker, menjadi pertanyaan bagi setiap orang, apakah benar growth hacking itu sungguh-sungguh efektif untuk dunia bisnis?

Hal ini menarik untuk dicermati. Sebab, dalam bisnis memang tidak ada sesuatu yang didapatkan secara instan. Posisi sebagai growth hacker sendiri pun pada akhirnya harus merapel tugas seperti business development atau bahkan programmer. Jika perusahaan mengandalkan seorang growth hacker sebagai satu-satunya cara untuk membesarkan startup, hal itu masih menyisakan satu pertanyaan besar, lalu bagaimana model bisnis utama yang dimiliki oleh startup?


Dalam kesempatan yang sama ketika diwawancara oleh Detik, Willix yang telah berkiprah selama bertahun-tahun di bidang growth hacking itu mengaku 99% bisnis yang dijalankan BukaLapak sudah cukup bagus. Ia hanya perlu mengutak-atik yang 1% itu menjadi lebih bagus lagi.

Antara growth hacking dengan marketing

Banyak yang mempertanyakan jika memang seorang growth hacker itu bertugas untuk mengakuisisi user, lantas apa bedanya dengan orang marketing? Memang fokus keduanya adalah untuk membesarkan perusahaan melalui penjualan yang optimal. Tetapi, growth hacking mengutamakan sisi keunikan.

Jika proses marketing bisa dilakukan dengan pendekatan seperti engagement user melalui social media atau email marketing, maka growth hacker seharusnya fokus pada cara-cara baru yang berbeda. Tentu saja proses yang dilakukan tidak bisa direpetisi seperti tugas orang marketing. Meskipun jika kemudian ada satu metode yang sungguh-sungguh efektif untuk mengembangkan bisnis, tetapi growth hacker idealnya tidak melakukan cara itu berulang kali.

Growth hacking berfokus pada cara-cara baru untuk mengakuisi user. Yang para growth hacker butuhkan adalah inovasi. Oleh karena itu, idealnya mereka memahami tidak hanya di lingkup bisnis, tetapi juga teknologi. Metode yang dipakai oleh seorang growth hacker mestinya melampaui metode-metode pemasaran yang dikembangkan oleh orang bisnis, sehingga posisinya tidak “mubadzir”.

Lantas menjadi pertanyaan besar jika dalam sebuah startup sudah memiliki metode marketing yang ideal dan business model yang jelas, masihkah growth hacker ini diperlukan? Jawabannya tentu saja sangat tergantung dengan kebutuhan startup itu sendiri.

Bisa saja sebuah startup berkembang pesat tanpa seorang growth hacker, asalkan mereka sudah memiliki tim yang mumpuni. Tetapi, kehadiran growth hacker akan sangat diperlukan apabila dalam startup masih memerlukan berbagai cara, utamanya untuk menggaet sebanyak-banyaknya user demi pengembangan bisnis. Sebab, seperti namanya, growth hacking memungkinkan pertumbuhan startup menjadi lebih cepat lewat cara-cara yang tidak biasa (hacking), yang mana hal ini sangat ideal untuk startup yang tidak memiliki cukup banyak modal, namun menginginkan pertumbuhan yang optimal.