Home  »  Opinion   »  
Opinion

Hati-Hati, Media Sosial Kini Sudah Berubah

[Gambar: skilledup.com]
Sebelumnya, kita mengenal Facebook, Twitter, LinkedIn sebagai rangkaian media sosial yang bisa digunakan untuk saling berhubungan dengan teman-teman—selain untuk menjual produk dan jasa. Tapi, itu dulu. Kini, media sosial telah menjelma menjadi sesuatu yang sangat ditakuti banyak orang: sebuah perusahaan iklan raksasa.

Jika mereka mengumumkan pertukaran algoritma mereka, prioritas akan diberikan kepada individu dibandingkan bisnis. Hanya individu-individu yang tidak mempunyai kepentingan bisnis saja yang tidak akan terlibat dan status mereka dapat dilihat seperti biasa. Namun lain halnya dengan individu-individu yang ingin menggunakan media sosial untuk memasarkan produk dan layanan mereka. Setiap kali brand tersebut memperbarui status, rangkaian media sosial ini tahu bahwa status tersebut bersifat komersil.

Belakangan ini, banyak brand besar maupun kecil yang mengeluhkan setiap kali mereka memperbarui status di laman media sosial, status tersebut hanya dilihat oleh tidak lebih dari 200 sampai 300 orang saja. Padahal, mereka mempunyai lebih dari 5000-8000 pengikut dalam platform tersebut. Sekarang, mereka terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk iklan. Apa yang terjadi? Hanya sedikit orang yang sadar bahwa sekarang ini hanya 7 persen pelanggan saja yang akan dapat melihat status terbaru brand yang mereka ikuti. Tapi, jika perusahaan-perusahaan itu membayar untuk status yang mereka unggah itu, maka persentase yang melihatnya akan meningkat.

Saya mempunyai seorang pelanggan yang mempunyai 50.000 pengikut di laman Facebook mereka. Itu bukanlah jumlah yang sedikit. Namun, ketika ia memposting sebuah status, dalam seminggu hanya ada 20-50 persen pengikut saja yang melihat status tersebut. Menyedihkan memang. Kini mereka terpaksa mengeluarkan biaya yang mencapai RM 8000 untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan dapat diterima secara optimal oleh pelanggan. Ini adalah hal yang dilakukan setiap media sosial saat ini. Mereka mengubah orientasinya pada profit setelah setelah selama bertahun-tahun bertahan tanpa profit sama sekali.


Sebagai salah satu brand yang tidak terlalu besar, kita perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam strategi mereka. Jangan sampai strategi pemasaran yang kita lakukan terpengaruh oleh strategi media sosial tersebut. Jika tidak dilakukan dari sekarang, maka dikhawatirkan kita akan mengeluarkan jumlah biaya yang semakin besar hanya untuk mempromosikan brand atau perusahaan kita dalam media sosial tersebut.

Media sosial semakin mahal. Kini, brand-brand besar lebih fokus pada aplikasi-aplikasi yang berbentuk komunitas agar mereka dapat membina komunitas itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh media sosial tersebut. Komunitas merupakan suatu kumpulan pengikut yang percaya dengan brand tertentu dan meyakini apa yang diyakini sebuah brand. Tanpa komunitas, penjualan produk dan layanan tidak dapat dilakukan dengan mudah karena sangat sulit bagi setiap perusahaan untuk membuat orang yang tidak pernah mengetahui brand mereka untuk membeli produk dan menggunakan layanan yang diberikan. Tetapi, komunitas akan membeli dan dengan sukarela membayar untuk sebuah produk atau layanan yang dipasarkan oleh brand tersebut. Semakin banyak anggota komunitas mereka, semakin tinggi peluang mereka untuk menjual produk dan layanan yang ada.

Terdapat dua jenis platform marketing dengan komunitas yang dapat dibentuk dan dibina dengan mudah dan hemat tanpa perlu menggunakan media sosial. Yang pertama adalah halaman blog, dan yang kedua adalah pemasaran melalui surel. Kedua cara ini semakin sering digunakan oleh brand-brand besar.

Setiap kali kita memposting status terbaru—mulai dari artikel, promosi, pengumuman penting, kuis dan lainnya—kepada komunitas kita di internet, setiap orang akan menerima, melihat, dan membaca status tersebut. Tidak hanya itu saja, kita hanya perlu menulis sebuah status yang dapat mengarahkan para pengikut kita untuk beralih dan mengikuti blog kita yang berada di luar rangkaian media sosial yang ada.

Tulisan ini adalah kontribusi dari Azleen Abdul Rahim, seorang blogger pemasaran digital di azleen.com, dengan penyesuaian standar LABANA.id.