Home  »  News   »  
News

Ilmuwan Berhasil Gunakan Teknologi Nano untuk Suntikkan DNA Baru ke Dalam Sel

[Foto: phys.org]
Tak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi sudah banyak memberi kemudahan di segala aspek kehidupan. Salah satunya adalah di dunia kesehatan. Baru-baru ini, para ilmuwan berhasil menggunakan chip berteknologi nano untuk menyuntikkan DNA baru ke dalam sel.

Cara itu berhasil mengubah sel-sel kulit menjadi jaringan pembuluh darah untuk menyelamatkan kaki seekor tikus yang terluka. Mereka mampu melakukan hal tersebut hanya dengan menepuk luka dengan chip tersebut.

Langkah ini merupakan lanjutan dari sejumlah kemajuan signifikan dalam teknik-teknik yang mengubah satu jenis sel menjadi jenis sel yang lain. Kalangan ilmuwan berharap bahwa pemrograman ulang sel ini suatu hari bisa digunakan untuk memulihkan jaringan yang rusak, atau menyembuhkan penyakit seperti penyakit Parkinson.

Penelitian ini sendiri sudah dipublikasikan dalam Nature Nanotechnology. Para ilmuwan mengombinasikan bioteknologi yang sudah ada dan teknologi nano untuk menciptakan sebuah teknik baru yang disebut transfeksi nano jaringan. Para ilmuwan mengubah sel-sel kulit menjadi sel-sel otak, selain mendemonstrasikan manfaat terapi dari mengubah sel-sel tersebut menjadi sel-sel pembuluh darah.

Untuk memulihkan kondisi, menjaga agar aliran darah bisa mengangkut zat-zat nutrisi di sekitar luka sangatlah penting. Jadi, dengan menciptakan lebih banyak sel-sel pembuluh darah, para peneliti menemukan anggota tubuh tikus yang terluka memiliki peluang yang lebih besar untuk sembuh.

Aliran listrik singkat menyebabkan chip untuk menyemprotkan fragmen-fragmen DNA yang memprogram ulang sel-sel yang ada. Partikel-partikelnya hanya memasuki lapisan paling atas dari sel-sel tersebut.


Penemuan tersebut membuat L. James Lee, seorang insinyur biomolekular di Ohio State University yang juga salah satu peneliti studi ini, merasa terkejut saat menemukan sel-sel yang sudah diprogram ulang berada di kedalaman jaringan.

“Dalam kurun waktu 24 jam setelah proses transfeksi, sesungguhnya kami mengamati penyebaran fungsi-fungsi biologis jauh di dalam kulit. Sehingga kami sangat terkejut teknik ini bekerja untuk jaringan,” kata Lee. Menurutnya, belum seluruhnya jelas mengapa teknik ini bisa berhasil.

Masato Nakafuku, yang mempelajari pemrograman ulang sel di the University of Cincinnati dan tidak terkait dengan penelitian ini, mengatakan bahwa ia juga terkejut “melihat produksi sel-sel pembuluh darah yang sangat efisien.”

Nakafuku menambahkan sebuah catatan penting, yaitu masih belum jelas apakah transfeksi-nano jaringan akan bekerja pada makhluk sebesar manusia. Oleh karenanya, perlakuan ini mengharuskan pemrograman ulang sel yang jauh lebih dalam di jaringan agar dapat efektif.

Lee mengatakan bahwa ia menaruh harapan percobaan di masa mendatang yang melibatkan manusia akan membuktikan efektivitas transfeksi-nano jaringan di dunia nyata.

Secara teori, seharusnya transfeksi-nano jaringan mampu untuk mengubah sel apapun dalam tubuh menjadi jenis sel yang lain. Kemampuan ini membuat aplikasi terapi pemrograman ulang sel menjadi lebih mudah dan lebih aman, karena sel-sel tersebut akan tetap berada di dalam tubuh selama pemrograman ulang.

Jika sel-sel tersebut dikeluarkan dari tubuh, diprogram ulang, dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh, maka sel-sel ini akan diserang oleh sistem kekebalan tubuh.

Ilmuwan Amerika berhasil membuat perangkat berteknologi nano untuk meneliti aktivitas gen

Masih berhubungan dengan teknologi nano di bidang medis, ilmuwan di Amerika juga pernah berhasil membuat perangkat penelitian berukuran kecil yang mampu meneliti aktivitas gen dan protein dalam sel tunggal.

Perangkat ini didesain untuk bisa meneliti gen yang tidak mampu diteliti oleh sistem chip biasa, memeriksa ribuan gen dalam satu waktu untuk mutasi atau memprediksi gejala penyakit. Perangkat ini berukuran sangat kecil karena mengadaptasi teknologi nano. Ukurannya pun lebih kecil dari lebar rambut manusia.

“Kami berhasil membuat sebuah chip yang lebih mirip dengan gen daripada sebuah molekul. Perangkat ini sangat efektif untuk meneliti dan menganalisa sel tunggal,” ujar Stuart Lindsay, Profesor Fisika yang juga peneliti dari Institute Biodesign, Universitas Arizona, sebagaimana dilansir dari laman Reuters.