Home  »  News   »  
News

Ilmuwan Ciptakan Jaring Laba-laba Artifisial Terkuat di Dunia

[Foto: Shutterstock]
Serat alami yang disebut sebagai serat sutera hibrida terkuat telah diciptakan oleg para ilmuwan di Swedia dengan menggunakan bahan-bahan yang terbarukan. Menggabungkan protein sutera laba-laba dengan nanoselulosa dari kayu, proses pembuatannya merupakan proses  berbiaya rendah dan terukur untuk membuat bahan bioaktif untuk berbagai keperluan medis.

Diterbitkan di ACS Nano oleh para periset dari KTH Royal Institute of Technology di Stockholm, teknik ini menyatukan kinerja struktural dan mekanis nanofibril selulosa yang murah dan mudah didapat, dengan khasiat obat dari sutera laba-laba, yang sulit didapat dan cenderung mahal, untuk dibuat dalam skala yang lebih besar.

Sifat bioaktif sutra laba-laba telah dikenal selama berabad-abad. Di masa Romawi kuno, jaring laba-laba digunakan untuk membalut luka perang tentara. Namun memproduksi bahan untuk membuat jaring laba-laba sintetik dalam jumlah besar saat ini merupakan sesuatu yang mahal, yang sering mengandalkan sumber daya berbasis fosil.


Peneliti KTH My Hedhammar mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan teknologi dan bahan yang ada saat ini, nanoselulosa berbasis kayu adalah bahan yang murah dan berkelanjutan. Selanjutnya, teknik menggabungkannya dengan hanya sejumlah kecil protein sutra laba-laba menghasilkan bahan biofungsional yang dapat digunakan untuk tujuan medis seperti memancing pertumbuhan sel.

“Kekuatan serat secara signifikan lebih baik daripada bahan berbasis sutra buatan manusia manapun yang pernah dibuat, dan kekuatan dan efektivitasnya sama dengan apa yang dapat ditemukan di alam dari laba-laba,” kata Daniel Söderberg, seorang peneliti dengan Wallenberg Wood Science Pusat di KTH.

Saat ini, nanofibril selulosa yang diperoleh dari pohon mendapat perhatian dari dunia ilmiah dan komersial tidak hanya karena bahan tersebut dapat diperbaharui, mudah terurai, hampir tidak beracun dan tersedia dalam volume besar, namun juga karena menawarkan sifat mekanik yang luar biasa.

Söderberg mengatakan bahwa bahan filamen fabrikasi ini punya potensi digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya penguat konstruksi bangunan sebagai ligamen.

Untuk membuat bahan, para peneliti menggunakan apa yang dikenal sebagai protein sutra rekombinan. Alih-alih menggunakan laba-laba sebagai sumber daya utama, para peneliti mengambil gen yang mengkodekan protein sutra dan menggabungkannya dengan gen yang mengkodekan beberapa fungsi yang diinginkan, seperti pengikat sel.

“Kami mentransfer gen fusi ini ke bakteri laboratorium sederhana yang mudah dibudidayakan, yang kemudian memproduksi protein sutra difungsikan yang dapat dimurnikan di lab,” kata Hedhammar.

“Protein fusi sutra laba-laba kemudian ditambahkan ke nanofibril selulosa terdispersi, dan berkat interaksi yang menguntungkan antara kedua komponen, material komposit dapat diproduksi,” lanjutnya.

Söderberg mengatakan, teknik menggunakan hidrodinamika untuk menyelaraskan struktur internal serat dilakukan pada skala mikro dan nano. “Ketika nanoselulosa disandingkan dengan bahan makroskopik, kita bisa menghasilkan produk dengan performa super,” katanya.