Home  »  News   »  
News

Ilmuwan Kembangkan Komputer Pembaca Pikiran untuk Penderita Lumpuh Total

[Foto: bbc.com]
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit degeneratif yang bisa membuat seseorang lumpuh, bahkan terpenjara kaku dalam tubuhnya sendiri. Oleh karena itu, untuk membantu komunikasi pasian ALS, ilmuwan di Wyss Center, Swiss, mengembangkan komputer pembaca pikiran.

Tujuan dikembangkannya komputer pembaca pikiran ini adalah untuk membantu pasien dalam menjawab pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak. Walau sesederhana itu, tetapi dianggap sudah cukup membantu pasien ALS yang lumpuh untuk berkomunikasi.

Meski mengalami kelumpuhan dan bahkan merasa terpenjara kaku dalam tubuhnya sendiri sehingga tidak bisa bergerak dan berbicara, tetapi pasien ALS masih bisa berpikir. Memang ada beberapa pasien yang masih bisa berkomunikasi dengan gerakan mata. Namun, ada juga pasien yang tidak bisa menggerakkan matanya. Pasien seperti inilah yang membutuhkan bantuan komputer pembaca pikiran.

Cara kerja komputer ini adalah dengan menangkap sinyal otak. Aktivitas sel-sel otak bisa mengubah kadar oksigen dalam darah, yang kemudian bisa mengubah warna darah. Teknik Spektroskopi Inframerah-Dekat (NIRS) digunakan untuk mendeteksi warna darah itu.

Setidaknya, alat ini bisa membantu mengetahui apakah pasien merasa sakit atau menginginkan ada kunjungan keluarga. “Jika orang yang benar-benar terkunci dalam tubuhnya sendiri mampu berkomunikasi, maka bisa berinteraksi dengan dunia di sekitarnya,” kata Profesor John Donoghue, Direktur Wyss Center, seperti dilansir dari BBC.

Bagaimana dengan ketepatan alat tersebut? Akurasi komputer pembaca pikiran ini mencapai 75%. Oleh karena itu, pertanyaan dengan ya dan tidak perlu disampaikan beberapa kali kepada pasien.

Apa Itu ALS?


Fisikawan Stephen Hawking adalah salah satu penderita ALS. Penyakit saraf degeneratif ini membuat seseorang secara perlahan kehilangan kemampuan motoriknya. Lebih mengerikannya, ALS belum ditemukan obatnya. “Masih dibilang unknown cause,”  kata Sheila Agustini, spesialis saraf dari Rumah Sakit Mayapada, seperti dilansir dari Kompas.

Hingga kini, ALS belum bisa dipastikan. Sebuah riset tahun 2003 National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) mengungkap kemungkinan kaitan antara ALS dengan mutasi pada gen yang menghasilkan enzim SOD1.

Tak jelas bagaimana gen SOD1 itu bisa memicu ALS. Namun seiring penelitian, ilmuwan kian meyakini bahwa mutasi itu berperan menghasilkan protein beracun. Meski demikian, belum bisa dipastikan benar apakah benar mutasi itu memicu ALS.

Riset lain pada 2011 menemukan mutasi gen C9orf72 pada penderita ALS. Mutasi pada gen itu bisa jadi mendorong ALS, tetapi juga belum pasti. Meski begitu, ilmuwan kian menyakini bahwa ALS kemungkinan besar terkait mutasi genetik.

Selain penyebabnya yang misterius, ALS juga tidak bisa didiagnosis dengan mudah. Memang, pemeriksaan EMG yang memakan biaya jutaan bisa mengetahui respon saraf motorik dan otot. Namun, pemeriksaan itu hanya merupakan salah satu analisis pendukung. ALS tidak lantas langsung diketahui melalui EMG.

Sulitnya lagi, gejala awal ALS mirip dengan penyakit lain, seperti lumpuh layu. ALS baru bisa didiagnosis saat penyakit sudah pada tahap menengah, di mana gejala kemunduran motorik sudah cukup parah.  Sheila mengatakan, ALS bisa dimulai dari mana saja, tergantung bagian yang terkena lebih dahulu, bisa mulai dari kaki, tangan, atau lidah. Dari bagian itu, kerusakan akan terus menggerogoti bagian lain.

Dalam tahap akhir, penderita ALS bisa mengalami kerusakan saraf yang mengendalikan gerakan diafragma. Akibatnya, pasien mengalami gagal napas. Banyak penderita ALS yang meninggal dunia akibat gagal napas. “Secara umum, penderita ALS memiliki waktu 3-5 tahun hingga akhirnya meninggal,” kata Sheila. Namun, keajaiban itu akan selalu ada. Stephen Hawking contohnya, ia bisa bertahan puluhan tahun dengan kondisi ALS.

Hingga kini, belum ada obat yang bisa mencegah kondisi ALS. Ada satu obat bernama riluzole yang telah disetujui oleh Food and Drugs Administration (FDA) di Amerika Serikat. Namun, obat tersebut tidak sepenuhnya bisa mencegah degenerasi. Pengobatan lainnya adalah dengan sel punca.

Paling tidak, kehadiran teknologi komputer pembaca pikiran bisa membuat penderita ALS merasa ‘hidup’ kembali dengan berkomunikasi bersama orang di sekitarnya.