Home  »  News   »  
News

Ilmuwan Kembangkan Vaksin Psikologi untuk Melawan Berita Hoax

[Foto: vulcanpost.com]
Berita palsu atau hoax tak jarang mengundang keresahan bagi masyarakat. Perdebatan ‘panas’ hingga putusnya hubungan pertemanan pun bukan suatu hal yang mustahil terjadi karena adanya berita hoax. Oleh sebab itu, banyak pihak yang kini sedang gencar berkampanye melawan hoax.

Tentu banyak cara yang dilakukan dalam memerangi hoax. Salah satunya adalah mengembangkan vaksin psikologi untuk melawan berita hoax. Vaksin tersebut dikembangkan oleh ilmuwan asal University of Cambridge Inggris dan terbukti bisa menggoyahkan pemikiran dari sekelompok orang atas sebuah informasi tertentu.

Tim ilmuwan mengatakan, karakteristik hoax layaknya virus yang penyebarannya begitu cepat. “Informasi yang salah bisa menyebar, mereplikasi seperti sebuah virus,” kata Sander van der Linden, pemimpin studi tim ilmuwan tersebut, seperti dilansir dari Science Alert.

Untuk itu, tim ilmuwan menguji vaksin psikologi yang mereka lakukan untuk menentukan seberapa dampak hoax bagi penerima informasi. Dengan melibatkan lebih dari 2 ribu warga Amerika Serikat yang mewakili sampel nasional, tim tersebut mengujinya. Ribuan responden itu dipilih dari berbagai usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan sampai pembelajaran politiknya.

Lalu, responden diuji pandangannya tentang isu perubahan iklim. Isu ini dipilih karena topik yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Ada ilmuwan yang meyakini bahwa perubahan iklim terjadi karena ulah aktivitas manusia. Sementara, ada sejumlah ilmuwan lain yang meyakini isu perubahan iklim hanyalah rekaan saja.

Dalam studinya, tim ilmuwan menyajikan informasi perubahan iklim pada dua kelompok. Pertama, kelompok satu disajikan sejumlah dasar ilmiah fakta perubahan iklim. Lalu, kelompok kedua disajikan hoax yang diambil dari pendukung Petisi Oregon.

Memang, petisi tersebut sudah dikenal curang karena memaparkan pernyataan 31 ribu ilmuwan Amerika Serikat yang menegaskan tak ada bukti aktivitas manusia menyebabkan perubahan iklim. Belakangan, diketahui bahwa pendukung petisi ini bukan berlatar belakang ilmuwan.


Setelah diberikan pernyataan tersebut, responden lalu diminta memperkirakan apa yang mereka pikirkan tentang tingkat basis ilmiah, tentang perubahan iklim, dan bagaimana dengan sajian informasi yang berbeda dari tim peneliti itu berdampak pada pandangan personal responden.

Hasilnya, tim ilmuwan menemukan, kelompok yang disajikan informasi akurat menggambarkan konsensus ilmiah dengan label ‘sangat tinggi’. Sedangkan atas sajian hoax, kelompok ini melabelnya dengan ‘sangat rendah’.  Namun, ada hasil yang mengejutkan ketika tim menyajikan kepada kelompok yang sama dengan data fakta yang benar, kemudian diikuti informasi yang salah.

Skema ini membuat responden kelompok pertama itu membalikkan pandangan sebelumnya, membatalkan pandangan awal mereka, sehingga mereka dalam posisi bingung. Berangkat dari titik tersebut, tim ilmuwan meyakini banyak perilaku orang atas perubahan iklim sebenarnya belum teguh.

Sander van der Linden menjelaskan bahwa mereka menyadari ada debat atas masalah ini, akan tetapi tidak perlu untuk meyakini. “Pesan bertentangan bisa membuat mereka kembali ke pandangan awalnya,” katanya.

Saat tim memberikan data konsensus perubahan iklim tersebut, mereka menemukan dua jenis vaksin psikologi yang berbeda dari respons responden. Vaksin ini dijalankan dengan meniru prinsip inokulasi pada mikroba.

Inokulasi merupakan aktivitas memindahkan bakteri dari medium lama ke medium baru dengan tingkat ketelitian tinggi. Dalam studi ini, inokulasi dilakukan dengan memberikan responden informasi satu, kemudian disajikan informasi baru.

Ilmuwan menyebut jenis vaksin pertama adalah ‘inokulasi umum’. Ini merupakan skema peringatan kepada responden yang diberikan ilmuwan dengan memberikan semacam disclaimer pada sebuah informasi.

Informasi pada vaksin inokulasi umum ini yaitu beberapa kelompok berlatar politik tertentu yang menggunakan taktik menyesatkan untuk mencoba meyakinkan publik soal adanya perdebatan di antara ilmuan soal perubahan iklim.

Sementara, ilmuwan menyebut vaksin kedua adalah ‘inokulasi rinci’. Dalam vaksin ini, ilmuwan memberikan informasi hanya satu persen penanda tangan dari Petisi Oregon memiliki latar belakang tentang iklim.

Dari pemberian vaksin tersebut, tim ilmuwan menemukan inokulasi umum memompa akurasi responden atas konsensus ilmiah perubahan iklim sampai 6,5 persen. Sementara dengan penambahan vaksin kedua, angkanya melonjak menjadi 13 persen.

Sander van der Linden menjelaskan, mereka temukan pesan inokulasi sama efektifnya dalam perubahan opini pendukung Partai Republik, independen dan Partai Demokrat di dalam menanggapi perubahan iklim.

Dengan temuan tersebut, tim ilmuwan mengatakan akan selalu ada orang yang tidak bersedia mengubah pandangan mereka. Namun di sisi lain, selalu ada potensi untuk mengubah pandangan. Walau hanya sedikit, namun tim ilmuwan cenderung menemukan adanya ruang bagi kebanyakan orang untuk mengubah pikiran mereka.