Dilansir dari politico, sejumlah wisatawan asing yang masuk Amerika Serikat dalam program bebas visa telah diberikan pilihan permintaan untuk mencantumkan informasi terkait kehadiran di dunia maya (online presence).
Oleh karena itu, dalam formulir pengajuan masuk Amerika Serikat akan disertakan pula kolom khusus untuk menulis platform media sosial, seperti Facebook, Google+, Instagram, LinkedIn, dan YouTube. Selain itu, disertakan kolom khusus untuk nama akun yang digunakan.
Salah satu tujuan kebijakan baru ini adalah sebagai langkah Amerika Serikat untuk meningkatkan kemampuan dalam mencegah masuknya sejumlah individu yang dianggap berbahaya. Sejak awal, gagasan ini sendiri telah mendapat kecaman dari organisasi Internet Association yang mewakili Facebook, Google, dan Twitter.
Tak hanya itu, langkah ini juga disebut oleh sejumlah pihak dapat mengancam kebebasan berpendapat bagi sejumlah pendatang. Namun, juru bicara Custom and Border Protection Amerika Serikat menyebut, alasan pemerintah menyetujui gagasan ini sebagai upaya untuk mengenali ancaman potensial dari pendatang.
Kebijakan Sudah Didengungkan Sejak Juli 2016
Meski kebijakan ini sudah diterapkan, pemerintah Amerika Serikat sendiri tidak melarang masuk pengunjung yang tak mau memberikan informasi seputar media sosial miliknya. Sebenarnya, usulan untuk menambah akun media sosial bagi pengunjung yang ingin memasuki Amerika Serikat sudah didengungkan sejak Juli 2016.
Hal itu diketahui menyusul ide Departeman Keamanan Nasional Amerika Serikat yang ingin memasukkan media sosial sebagai syarat tambahan bagi pencari visa atau ESTA (Electronic System for Travel Authorisation).
Dilansir dari mirror, informasi mengenai akun media sosial ini sebelumnya direncanakan sebagai syarat tambahan. Pun demikian, hampir dapat dipastikan sebagian besar pengaju visa berusaha memenuhi syarat itu untuk memperkecil kemungkinan ditolak. Calon pengunjung Amerika Serikat diharuskan berbagi informasi sejumlah media sosial yang digunakan, berikut nama akunnya.
Berdasarkan pernyataan yang tertulis pada dokumen Federal Register, dikatakan bahwa mengumpulkan media sosial bagi pengaju visa ini dilakukan guna mengungkapkan jati diri seseorang.
“Mengumpulkan data media sosial akan meningkatkan proses investigasi termasuk kejelasan dan visibilitas dari kemungkinan aktivitas jahat, sekaligus menjadi seperangkat alat tambahan untuk menganalisis dan menyelidiki sebuah kasus,” demikian pernyataan yang tertulis pada dokumen Federal Register.
Sebelumnya, syarat ini dalam tahap pengajuan dan akan dibahas oleh pemerintah Amerika Serikat sampai 60 hari ke depan, sejak didengungkan pada Juli 2016. Setelah itu, baru diputuskan akun media sosial akan masuk sebagai syarat tambahan atau tidak.
Diketahui belakangan ini, Badan Intelijen dan Imigrasi Amerika serikat memang kerap mendapati beberapa kasus teror yang terjadi melalui media sosial. Dan tak jarang pula pelaku kejahatan tersebut berkomunikasi menggunakan media sosial.
Pihak pemerintah setempat memastikan, sebagian besar pengaju visa yang mengikuti persyaratan memberikan informasi soal akun media sosial akan memperbesar kemungkinan untuk bisa lolos.
Nah, bagi Anda yang ingin mengurus izin untuk tinggal di Amerika Serikat, sepertinya hal ini bukan lagi masalah. Karena dewasa ini, sebagian besar orang yang menggunakan internet tentu sudah memiliki beberapa akun media sosial seperti Facebook dan Twitter.