Home  »  News   »  
News

Manusia Purba Indonesia Kemungkinan Melihat Letusan Supervolcano dari Dekat

Temuan gigi yang menandai tempat tinggal manusia di gua Lida Ajer di Sumatera (kiri) dengan gigi orangutan untuk perbandingan
Temuan gigi yang menandai tempat tinggal manusia di gua Lida Ajer di Sumatera (kiri) dengan gigi orangutan untuk perbandingan [Foto: Tanya Smith dan Rokus Awe Due]
Dua gigi purba yang ditemukan di sebuah gua di Indonesia memberi petunjuk bahwa spesies manusia telah sampai ke sana sejak 73.000 tahun yang lalu. Dilihat dari waktunya, mereka kemungkinan telah melihat dan mengalami letusan supervolcano terbesar beberapa juta tahun terakhir. Selain itu, mereka juga sudah menyesuaikan diri dengan tantangan hidup di hutan hujan lebat. Adanya bukti ini nampaknya bisa mengubah sejarah keberadaan Homo sapiens, spesies manusia modern seperti yang ada saat ini, yang awalnya dipercaya masih tinggal di Afrika pada masa-masa itu.

Sebelumnya, arkeolog dibingungkan dengan penemuan peralatan batu berusia 65.000 tahun dan artefak lainnya di Australia utara. Menurut pemikiran tradisional, jenis  awal spesies manusia modern baru saja mulai menjelajah keluar dari Afrika pada waktu tersebut.

Pertama kali menginjak Asia

Untuk melakukan perjalanan dari Afrika ke Australia, Homo sapiens juga harus menempuh perjalanan melintasi Asia daratan, lalu berlayar melintasi laut. Rute tersebut seharusnya mencakup persinggahan di pulau-pulau di Indonesia dan Timor, namun tidak ada artefak Homo sapiens yang berusia lebih dari 45.000 tahun yang ditemukan di pulau-pulau ini, sampai saat ini.


Namun arkeolog Kira Westaway dari Macquarie University di Sydney, Australia, dan rekan-rekannya telah menemukan bahwa Homo sapiens mungkin telah menginjakkan kaki di pulau-pulau ini lebih dari 65.000 tahun yang lalu.

Tim tersebut melihat lagi dua gigi yang digali oleh arkeolog Belanda Eugène Dubois di gua Lida Ajer di pulau Sumatra di Indonesia pada akhir abad ke-19. Gua Lida Ajer, yang berada di dataran tinggi Padang, awalnya digali pada akhir 1880-an oleh Dubois, yang menemukan dua gigi manusia. Dia terkenal karena menemukan “Manusia Jawa”, bukti pertama dari hubungan yang hilang antara manusia dan kera besar lainnya.

Melalui perbandingan dengan fosil orangutan yang ditemukan di dekatnya, Westaway  dan timnya memastikan bahwa gigi tersebut termasuk dalam spesies Homo sapiens—dan menggunakan teknik penanggalan modern yang dikenal sebagai putaran resonansi elektron, mereka memperkirakan gigi tersebut berusia antara 63.000 dan 73.000 tahun.

“Ini adalah temuan yang signifikan karena mendukung gagasan baru bahwa manusia modern meninggalkan Afrika dan mencapai Australia lebih awal dari yang kita duga,” kata Michelle Langley dari Griffith University di Brisbane.

Penemuan ini juga konsisten dengan analisis genomik terbaru yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita meninggalkan Afrika lebih dari 75.000 tahun yang lalu dan mencapai Indonesia lebih dari 60.000 tahun yang lalu.

Tantangan hidup tersulit

Tapi temuan arkeologi tersebut mengisyaratkan bahwa individu-individu pertama spesies kita menghadapi kehidupan yang sulit untuk mencapai Sumatera. Mereka mungkin telah sampai di Sumatra ketika pulau supervolcano yang sekarang tidak aktif, Toba di Sumatera Utara, menggemparkan alam dengan salah satu letusan terbesar di Bumi, mungkin sekitar 71.000 tahun yang lalu menurut perkiraan baru-baru ini.

Jika itu tidak menghapus populasi awal, mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan hutan hujan Sumatra—sangat berbeda dengan savana Afrika tempat manusia berevolusi.

Kurangnya tanaman kaya karbohidrat dan hewan besar untuk dimakan akan membuat sulit bertahan hidup, kata Westaway. “Eksploitasi lingkungan hutan hujan yang sukses membutuhkan kapasitas untuk perencanaan dan inovasi teknologi yang kompleks.”

Kemudian lagi, fosil gigi bukanlah bukti manusia yang tinggal di dalam dan memanfaatkan hutan hujan sumatera, kata Langley. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan tanda-tanda hunian, seperti alat memasak, alat atau artefak, katanya. “Mungkin saja mereka hanya sekedar lewat.”