Home  »  News   »  
News

Mastodon, Platform Pengganti Twitter yang ‘Cinta Damai’

Sudah 11 tahun Twitter eksis di dunia maya, sedikit lebih muda dari Facebook yang kini berumur 13 tahun dan jauh lebih tua dibandingkan Snapchat. Akan tetapi walaupun sudah berusia lebih dari satu dekade, Twitter tergolong belum mapan. Dari segi jumlah pengguna yang dikutip dari laman resmi Twitter, cuma ada 313 juta monthly active user (MAU) di platform itu. Di sisi lain, Facebook sudah jauh melesat dengan hampir 2 miliar pengguna aktif bulanan dan competitor mudanya, Snapchat, mulai mengancam dengan 300 juta MAU.

Sudah berada di tengah pusaran kompetisi antarplatform seketat ini, pekerjaan Twitter bertambah lagi dengan hadirnya media sosial baru seperti Mastodon. Platform ini belakangan ramai diperbincangkan karena sifatnya yang mirip Twitter, tetapi punya karakteristik yang berlawanan.

Sebagai antitesis Twitter, Mastodon menawarkan hal-hal yang belum ada atau bahkan sudah dihapuskan dari media sosial berlambang burung biru itu. Yang paling kentara adalah batasan jumlah karakter per post (atau disebut dengan ‘toot’) yang mencapai 500, jauh lebih banyak dari Twitter yang masih mempertahankan 140 karakternya semenjak beridir. Juga, lini masa yang Anda hadapi di Mastodon disusun secara kronologis, bukan berdasarkan ‘tweet terbaik dulu’ seperti yang diberlakukan Twitter sejak pertengahan Maret 2016.


Selain itu, sifatnya yang open source membuat Mastodon bebas dari iklan ataupun tracker. “[Mastodon] adalah alternatif desentralisasi dari platform komersial, yang menghindari risiko sebuah perusahaan memonopoli komunikasi Anda,” begitu tekad Eugen Rochko, kreator Mastodon, yang dipampang di laman utama situs tersebut. Karya dari developer yang mengklaim bahwa dirinya tidak tertarik dengan pendanaan dari VC, monetisasi, atau sumber penghasilan lainnya ini juga berkomitmen untuk tidak menjual atau mentransfer informasi penggunanya kepada pihak lain, kecuali pada pihak ketiga yang membantu mengoperasikan Mastodon dan yang melayani Anda para penggunanya dengan syarat mau menjaga kerahasiaan informasi user.

Dari pantauan kami pada Sabtu sore (08/04/17), user Mastodon sudah ada sebanyak 117 ribuan. Memang, jumlah itu masih jauh jika dibandingkan dengan platform yang ‘ditirunya’. Kendati demikian, hal ini tak mengurangi minat netizen untuk mendaftar di Mastodon. Terbukti dari dihentikannya secara sementara proses registrasi di Mastodon sampai kualitas layanan mereka memadai. Platform yang lahir 5 Oktober lalu itu pun meminta calon penggunanya untuk mendaftarkan diri via situs lain yang telah terdaftar sebagai instances atau ‘server tambahan’ mereka.

Akan tetapi, satu hal yang mungkin menjadi ganjalan adalah sekali Anda mendaftarkan diri, maka Anda akan selamanya menjadi anggota Mastodon. Melansir Mashable (06/04/17), ini adalah salah satu isu yang ada di Mastodon, selain adanya beragam server yang membuat tidak semua orang bisa saling menemukan dan berinteraksi karena terdaftar di server yang berbeda. Namun masih dari sumber yang sama, seorang user Mastodon menyatakan fitur penghapusan akun sedang dikerjakan. Upaya ini bisa dilihat dari adanya isu ke-#109 di Github Mastodon.

Mastodon mungkin, berdasarkan beberapa indikator, belum bisa sepenuhnya menggantikan atau menendang Twitter dari daftar media sosial papan atas. Setidaknya, Mastodon masih sepi, sehingga terbebas dari bermacam-macam hate speech maupun provokasi dari buzzer-buzzer politik yang lazim ditemukan di platform Jack Dorsey itu. Mastodon jadi mirip sebuah pulau yang cocok untuk melarikan diri sejenak di tengah hiruk-pikuk sampai sadisnya user maupun konten media sosial, minimal sampai Twitter benar-benar mampu menyelesaikan polemik fatal di dunianya tersebut.