Home  »  Tips & Guide   »  
Tips & Guide

Mengenali Asuransi Pensiun Dan Anuitas

Apa yang ada dalam pikiran Anda saat disebut kata-kata pensiun? Mungkin masih ada yang berpikir bahwa pensiun adalah urusan orang-orang di atas usia 50 atau 60 tahun dan waktunya masih sangat lama. Tapi sebenarnya justru karena waktunya masih lama itulah, persiapan dapat dilakukan lebih baik jika dimulai lebih cepat.  

Terkait dengan pensiun ini, Aidil Akbar mengingatkan bahwa setiap orang punya standar masing-masing dalam menentukan berapa biaya hidup yang sesuai dengan pola hidup saat pensiun nanti. Dengan mengetahui harapan seperti gaya hidup seperti apa ketika pensiun, barulah perencanaan pensiun bisa ditentukan, baik dengan mengikuti program pensiun maupun berinvestasi secara mandiri (kontan.co.id, 5 Oktober 2010)

Di Indonesia sendiri, program pensiun untuk pegawai negeri dan swasta memiliki sejumlah perbedaan. Untuk pegawai negeri, menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan TI Taspen (BUMN yang mengurusi dana pensiun PNS) Faisal Rachman, pensiunan akan menerima 75% dari gaji pokok terakhirnya. Saat meninggal, uang pensiun akan diteruskan ke istri/suami dan anak yang belum berusia 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja (detik.com, 1 April 2015). Sedangkan untuk pegawai non pemerintah, besaran uang pensiun ditetapkan oleh masing-masing perusahaan. Namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, mulai tahun 2015 akan ada Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Massasya, nantinya pekerja swasta yang pensiun di usia 56 tahun, akan mendapat uang pensiun senilai 40 persen dari rata-rata gaji bulanan saat bekerja yang dibayarkan tiap bulan, dengan syarat minimal sudah bekerja selama 15 tahun (jpnn.com, 5 Juni 2015).

Lalu jika sudah tahu perkiraan kebutuhan pensiun yang diinginkan, program pensiun yang bagaimana yang perlu Anda persiapkan selain dari yang sudah diberikan perusahaan? Menurut perencana keuangan Freddy Pieloor, program pensiun bisa berbagai macam bentuknya. Ia menyebut di antaranya adalah dengan berinvestasi sendiri, baik melalui reksadana, saham, atau bisa juga investasi properti seperti tanah dan rumah atau bisa juga dengan asuransi pensiun seperti asuransi dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) (kontan.co.id, 5 Oktober 2010). Terkait asuransi pensiun, menurut perencana keuangan Hari Putra asuransi ini merupakan bentuk proteksi yang memberikan benefit sekaligus. Pada saat pensiun, pembeli asuransi ini akan mendapatkan dana hasil investasi dari premi yang dibayarkan (republika.co.id, 6 Juni 2014)

Artinya dalam jenis asuransi ini baru akan dibayarkan ketika seseorang sudah pensiun atau pada usia pensiun yang disepakati. Bentuk yang paling umum dari asuransi ini menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). DPLK adalah dana pensiun yang didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa bagi masyarakat umum, baik karyawan maupun pekerja mandiri. Sedangkan DPPK adalah dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja bagi sebagian atau seluruh karyawannya (ojk.go.id, 22 Mei 2015).

Sehubungan dengan produk dana pensiun ini, menurut Iskandar Kasir (Dasar-Dasar Asuransi Jiwa, Kesehatan, dan Anuitas, Jakarta: AAMAI, 2011, hal. 134) ada yang disebut dengan anuitas. Ini merupakan istilah teknis di bidang asuransi yang mengacu pada konsep pembayaran secara berkala. Ini adalah manfaat asuransi bagi masyarakat untuk kebutuhan dana pensiun yang dibayarkan secara berkala sesuai dengan kontrak yang disepakati. Jika dibayarkan tiap tahun disebut anuitas tahunan dan jika dibayarkan setiap bulan disebut anuitas bulanan.


Menurut Iskandar Kasir, perusahaan asuransi membedakan anuitas ini berdasarkan:

  • Awal pemberian manfaat anuitas

Sesuai dengan klasifikasi namanya, anuitas ini dapat dibedakan dari jangka pemberian manfaatnya. Ada yang disebut sebagai anuitas segera. Ini merupakan produk di mana perusahaan asuransi akan membayar setelah satu periode anuitas dibeli. Misalnya jika anuitas sifatnya tahunan, maka pembayaran manfaatnya akan dibayar setelah satu tahun produk dibeli. Kemudian ada yang disebut sebagai anuitas ditunda. Sesuai namanya, anuitas ini memberi manfaat setelah beberapa waktu dari periode pembelian produk. Biasanya produk ini dibeli seseorang saat masih masa bekerja, guna mengantisipasi kebutuhan di masa pensiun.

  • Cara membeli anuitas

Sebagaimana asuransi jiwa, pembeli juga harus membayar premi dengan nilai tertentu tergantung dari masa atau jangka waktu pembayaran santunan. Premi yang dibayarkan ada dibayar satu kali atau premi tunggal. Ini dibayarkan sekali dan manfaatnya akan didapat sesuai dengan uang yang dikelola perusahaan asuransi untuk kemudian dibayarkan kepada nasabah pada periode yang disepakati. Kemudian ada premi tetap periodik yakni di mana nasabah membayar premi dalam jumlah yang sama dengan jarak waktu tetap (bulanan atau tahunan) sampai pada waktu pembayaran manfaat anuitas yang dijadwalkan tiba. Selanjutnya ada juga yang disebut premi fleksibel periodik di mana nasabah membayar sejumlah tertentu namun dengan batasan minimum dan maksimum dalam periode yang sudah disepakati. Misalnya minimal Rp250 ribu dan maksimal Rp1 juta. Maka dalam rentang waktu kontrak pembayaran, nasabah harus membayar angka fleksibel dalam rentang jumlah tersebut.

  • Pembayaran manfaat anuitas

Pembayaran manfaat anuitas ini dikategorikan dalam tiga hal. Pertama adalah anuitas pasti, yaitu anuitas yang dibayarkan untuk suatu jangka waktu tertentu, baik saat nasabah masih hidup atau sudah meninggal. Kedua adalah anuitas hidup yaitu anuitas yang dibayarkan hanya sampai nasabah meninggal dunia. Ketiga adalah anuitas hidup sementara adalah anuitas yang manfaatnya dibayarkan sampai akhir periode tertentu atau pada saat nasabah meningga dunia, tergantung mana yang terjadi terlebih dahulu.

Selain itu, produk anuitas juga dibedakan berdasarkan jumlah pihak yang ditunjuk untuk menerima manfaat dan juga jumlah besarnya manfaat anuitas apakah tetap atau bervariasi. Apa pun bentuk anuitas dan produk yang dipilih, OJK memberikan saran, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah berapa kemampuan finansial untuk merencanakan semua kebutuhan pensiun tersebut. Kedua berapa biaya yang harus dikeluarkan. Dalam konteks ini OJK mengingatkan agar nasabah perlu memahami berapa biaya yang dibebankan oleh perusahaan asuransi dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh. Kemudian yang ketiga adalah faktor waktu untuk mempersiapkan dana pensiun. Makin lama jangka waktunya, makin ringan persiapan keuangan yang harus dibayarkan (ojk.go.id, 22 Mei 2015)

Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang perencanaan pensiun dan skema dari anuitas, Anda bisa bertanya pada ahli dengan klik di sini.

Sebarkan artikel ini melalui fitur jejaring sosial dan bagikan pengalaman Anda tentang manfaat asuransi bagi masyarakat yang Anda pernah dapatkan.