Home  »  Opinion   »  
Opinion

Menguak Keberhasilan Kampanye Donald Trump di Media Sosial

[Foto: flickr.com]
[Foto: flickr.com]
Pada 8 September 2016 waktu Amerika Serikat, Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-45. Ia berhasil mengejutkan dunia dengan mengalahkan calon favorit dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.  Kemenangan Trump mengakhiri delapan tahun kepemimpinan Partai Demokrat di Gedung Putih.

Trump unggul atas Hillary Clinton lewat serangkaian kemenangan mengejutkan di negara bagian Florida, Ohio, Iowa dan North Carolina. Sementara, Hillary Clinton unggul di Virginia dan Nevada, meski berbulan-bulan polling menunjukkan keunggulan Hillary Clinton.

Donald Trump telah meraih 276 electoral vote, meninggalkan rivalnya, Hillary Clinton yang meraih 218 electoral vote. Dengan begitu, Hillary Clinton tak mungkin lagi mengejar perolehan suara Donald Trump. Kekalahan ini mengubur impian Hillary mengikuti jejak suaminya Bill Clinton menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat. Sedangkan dengan perolehan 276 electoral vote, berarti Donald Trump telah melampaui ketentuan 270 electoral vote yang harus direbutnya untuk memenangkan pilpres.

Kemenangan Donald Trump antara lain diraih di Kansas, North Dakota, South Dakota, Texas, Wyoming, Nebraska, Indiana, Kentucky, dan West Virginia. Sementara Hillary memenangi pemungutan suara di New York, Vermont, Illinois, New Jersey, Massachusetts, Maryland, Delaware, Rhode Island dan Washington.

Seperti dilansir dari antaranews, tanda kemenangan Trump terlihat ketika dia merebut dua negara bagian massa mengambang (swing state) penting, yaitu Ohio dan Florida yang empat tahun lalu memilih calon presiden dari Partai Demokrat, Barack Obama.


Pada akhirnya, Obama terpilih kembali sebagai Presiden AS untuk kedua kalinya pada waktu itu. Kini, posisi Obama digantikan oleh Donald Trump dari Partai Republik sebagai Presiden Amerika ke 45 setelah mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat.

Dunia pun bereaksi atas pilihan mayoritas masyarakat AS tersebut. Meskipun pimpinan pemerintah beberapa negara mengeluarkan pernyataan publik yang bersifat netral, para pakar dan analis, serta suara masyarakat di media sosial cenderung khawatir atas terpilihnya Donald Trump.

Apalagi jika melihat komentar-komentar Donald Trump yang kontroversial selama masa kampanye. Mulai dari imigran Meksiko yang disebut sebagai “pemerkosa” hingga mantan ratu kecantikan yang dijuluki Trump “Miss Piggy”.

Kontroversi terbesar adalah ucapannya yang dinilai merendahkan perempuan pada 2005 lalu. Komentar Donald Trump ini terekam dalam video yang beredar selama masa kampanye. Alih-alih meminta maaf, Donald Trump justru menyebut video tersebut sebagai konspirasi untuk menjatuhkan dirinya.

Ternyata, keberhasilan Donald Trump memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat tak terlepas dari strategi kampanyenya di media sosial yang jauh lebih agresif dibandingkan Hillary Clinton.

Dilansir dari detik, hal itu dipaparkan oleh sebuah lembaga riset bernama Project on Computational Propaganda. Studinya menemukan, sebanyak 18,9 juta kicauan dengan hashtag berbau politik sepanjang kampanye pemilihan Presiden AS berlangsung. Diketahui kalau 17,9% di antaranya merupakan kicauan yang berasal dari ‘automated accounts’ yang dikenal sebagai bot.

Tak tanggung-tanggung, dalam sehari akun bot tersebut bisa melontarkan kicauan berbau politik hingga 50 kali. Persentasenya bahkan disebut meningkat hingga menyentuh angka 27% jelang pemilihan umum dimulai. Pencapaian itu pun menjadikannya sebagai penggunaan bot tertinggi sepanjang sejarah Twitter.

Bila dirinci, kicauan soal Donald Trump paling mendominasi. Dibanding kicauan berisi Hillary Clinton, Kicauan dukungan terhadap Donald Trump bisa empat kali lebih banyak. Gampangnya, tiap satu kicauan Hillary Clinton akan dibalas dengan empat kicauan Donald Trump. Secara angka, kicauan soal Donald Trump mendominasi hingga 81,9%.

Dengan keberhasilan kampanye Donald Trump di Twitter, bisa dikatakan media sosial memiliki kelebihan dari segi efektivitas sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran berbagai ide, termasuk isi kampanye melalui media sosial, berlangsung amat cepat dan hampir tanpa batas. Di Twitter misalnya, hanya dengan men-twit, informasi tersebar luas ke seluruh follower.