Home  »  Opinion   »  
Opinion

Menjadi CEO Ideal Bagi Startup

[Foto: pixabay.com]
Menjadi CEO tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Terlebih CEO untuk sebuah startup yang memerlukan banyak sekali waktu, tenaga, dan pikiran untuk benar-benar mewujudkan suatu produk yang mampu sustain dan menghasilkan profit. Beberapa CEO hadir dari latar belakang pekerja yang telah menggeluti dunia bisnis dalam bidang yang memang ditekuninya. Tetapi, tak sedikit pula yang memutuskan menjadi entrepreneur sejak awal tanpa menekuni satu bidang pekerjaan tertentu dengan orang lain.

Ada dua pendapat mengenai hal ini. Pertama, seseorang sebaiknya memang bekerja dulu jika ingin menjadi entrepreneur karena bekerja akan memberikan lebih banyak ilmu dan insight yang kaya untuk membangun sebuah bisnis. Alasan kedua tentu cukup klise untuk didengar, yakni perihal modal. Alasan selanjutnya barangkali berhubungan dengan pengalaman yang cukup ditambah jaringan bisnis yang cukup ketika akhirnya memutuskan untuk memulai bisnis.

Pendapat lainnya mengatakan bahwa jika ingin menjadi entrepreneur, sebaiknya memang langsung ditekuni segera setelah lulus sekolah. Beberapa entrepreneur bahkan tidak menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau drop out dari kampus tempatnya menuntut ilmu. Di usia muda, dia akan mendirikan bisnisnya sendirinya dan menjadi CEO di startup miliknya sendiri.

Entah mengamini pendapat yang mana, intinya semua jalan mengandung risiko masing-masing berikut keuntungan-keuntungannya. Memulai sebuah bisnis adalah hal yang berat, tidak peduli apakah kamu murni seorang entrepreneur atau karyawan yang ingin menjadi entrepreneur.

Sikap untuk mengambil keputusan dengan cepat dan cermat


Seorang CEO di sebuah startup haruslah mereka yang memiliki decision making cermat dan cepat. Pasalnya, startup umumnya tidak seperti korporasi yang sudah memiliki alur untuk setiap kerja-kerjanya. Sebaliknya, startup penuh dengan ketidakjelasan dan hal ini membutuhkan sikap tegas dari seorang CEO untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis.

Bertindak cepat atas suatu insight yang terjadi dalam bisnis adalah satu hal yang harus dimiliki oleh CEO startup. Sebab, apabila CEO lamban untuk mengambil keputusan, hal itu akan berdampak ke hampir semua kerja-kerja startup. Sebuah startup yang memiliki struktur kecil umumnya sangat menggantungkan kebijakan dari CEO untuk menentukan haluan. Oleh sebab itu sikap ini sudah semestinya dimiliki dan terus dilatih.

Belajar untuk fokus

Fokus barangkali adalah satu hal yang tidak asing bagi setiap orang. Ketika kita berada di bangku sekolah, guru kerap mengatakan kita harus fokus ketika mereka sedang menerangkan materi. Ketika kita kuliah, dosen sering mengatakan kita harus fokus pada bidang yang kita pilih. Meski terlihat sangat familiar, nyatanya fokus ini bukanlah satu pekerjaan yang mudah, terlebih bagi seorang CEO di startup.

Startup menuntut semua orang, termasuk CEO-nya untuk fokus pada apa yang ingin diraih dan fokus pada bagaimana mereka mengerjakannya. Tugas CEO sangat beragam. Ia membimbing tim engineering, memastikan tim marketing berjalan sesuai rencana strategis, hingga mengurusi operasional keseluruhan dari semua divisi. Tanpa fokus pada apa yang menjadi tujuannya, CEO akan sangat gamang dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi seorang CEO di startup untuk belajar fokus dan terus-menerus berpijak pada apa yang menjadi tujuannya.

Belajar untuk mengatakan “tidak”

Sebagian besar orang memilih untuk mengatakan “iya” untuk setiap kesempatan yang datang padanya. Hal itu merupakan hal yang wajar dalam bisnis dan karir, mengingat kesempatan memang kadang benar-benar tidak datang dua kali. Tetapi jika Anda adalah seorang CEO, barangkali tidak semua kesempatan itu harus Anda ambil. Sesekali Anda harus belajar untuk mengatakan “tidak” jika hal itu tidak selaras dengan tujuan Anda dan tim dalam startup. Sebab bagaimanapun seorang CEO harus fokus pada apa yang menjadi tujuannya. Mengambil semua kesempatan bukan berarti tidak bagus, hanya saja akan membuat CEO lebih sulit untuk fokus pada apa yang seharusnya menyita pikirannya.