Home  »  Opinion   »  
Opinion

Menyikapi Dilema Fresh Graduate dalam Dunia Kerja

[Foto: youthmanual.com]
[Foto: youthmanual.com]
Sebagai fresh graduate, ada satu tantangan tersendiri dalam persiapan memasuki dunia kerja. Posisi fresh graduate dalam hal ini bisa dikatakan serba nanggung. Dibilang mereka tidak memiliki skill, rasanya tidak juga. Banyak dari mahasiswa yang baru lulus sebenarnya memiliki kemampuan yang tak kalah unggul dibandingkan mereka yang sudah bekerja bertahun-tahun. Namun, lagi-lagi kendala terbesar adalah mereka tidak memiliki pengalaman kerja, sehingga upaya untuk menunjukkan pembuktian bahwa mereka cukup memiliki keahlian tidak bisa langsung diterima begitu saja oleh calon perusahaan.

Beberapa perusahaan memang memiliki semacam program managament trainee untuk para fresh graduate. Namun, jumlah lulusan S1 yang terus meningkat dari tahun ke tahun tentu saja tidak seimbang dengan posisi yang ditawarkan. Maka, tak heran banyak dari lulusan S1 kemudian memutuskan bekerja serampangan. Terlebih kita tidak bisa memungkiri hidup di Indonesia memang ada sentimen tersediri apabila kamu sudah lulus namun tidak juga bekerja. Entah kemudian pekerjaan itu cocok atau tidak, banyak dari para sarjana memutuskan untuk “yang penting kerja”. Sekalipun, sebenarnya keputusan itu salah. Sangat salah.

Meskipun belum memiliki pengalaman kerja, namun sebagai fresh graduate, prinsip untuk tetap bekerja sesuai keahlian penting untuk dimiliki. Salah satu yang bisa sangat membantu para sarjana adalah dengan memilih pekerjaan dengan tipe entry-level. Artinya pekerjaan ini memang didesain untuk mereka yang benar-benar start dengan pekerjaan tersebut.

Saat ini banyak sekali pekerjaan entry-level yang terbuka bagi setiap lulusan perguruan tinggi. Pekerjaan tersebut tak menuntut fresh graduate harus memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Mereka dinilai dari pengalaman-pengalaman lain yang relevan, misalnya saja pengalaman organisasi, konferensi, atau karya lainnya. Terlebih bermunculannya startup kini semakin membuka peluang para fresh graduate untuk mencoba banyak sekali jenis pekerjaan yang sepintas terlihat asing.


Kepekaan membaca peluang

Jika dikatakan bahwa di Indonesia ini lowongan pekerjaan sedikit, rasanya itu tidak benar. Dari perusahaan kecil hingga korporasi raksasa, setiap saat memerlukan tambahan tenaga baru. Oleh karenanya, bagi orang-orang di dunia HR proyek rekrutmen dan seleksi menjadi sebuah tantangan tersendiri. Permasalahan yang paling sering dihadapi adalah adanya gap antara skill yang dibutuhkan oleh para employer dengan skill yang dimiliki oleh calon employee terlalu besar. Ada semacam jurang yang membuat kedua pihak ini, antara employer dengan employee tidak memiliki titik temu.

Hal ini diperparah dengan pola pikir fresh graduate yang kurang open minded dengan segala jenis kesempatan baru yang ditawarkan. Bagi sebagian lulusan perguruan tinggi, bisa dipastikan cita-cita terbesar mereka adalah bekerja di BUMN. Posisi-posisi yang diincar pun hampir semuanya seragam. Maka tak heran jika sebelum kuliah dulu, kita kerap mendengar istilah “jurusan favorit” dengan passing grade yang selangit.

Perubahan era digital yang diikuti dengan perubahan di hampir semua lini, termasuk dalam perusahaan, seharusnya juga mampu mengubah pola piki para sarjana ini. Terlebih, seperti yang telah disebutkan di atas, hadirnya startup membuka peluang baru untuk para fresh graduate minim pengalaman kerja ini mengelaborasi hal baru. Misalnya saja sarjana psikologi. Bagi orang pada umumnya, seorang sarjana psikologi umumnya bekerja di HR atau bahkan melanjutkan S2 untuk mendapat gelar psikolog.

Akan tetapi hadirnya startup membuka peluang baru bagi mereka untuk misalnya mengelaborasi keahlian mereka di bidang consumer behavior dengan mencoba posisi sebagai UX researcher. Atau misalnya bagi anak ilmu politik yang terbiasa dengan strategi dan negosiasi, mungkin kini mereka harus mulai mengeksplorasi kemampuannya itu dengan belajar customer support atau bahkan community development.

Belajar untuk terus belajar

Salah satu kesalahan yang dimiliki oleh fresh graduate di Indonesia adalah mereka menganggap adalah selesainya kuliah berarti juga akhir dari proses belajar. Padahal semua hal di dunia ini terus mengalami perubahan. Otomatis hal itu juga menuntut setiap orang untuk terus belajar hal baru.

Jika pikiran para sarjana kita adalah selalu merasa cukup dengan bekal “ilmu” selama bertahun-tahun kuliah dibuktikan dengan transkrip dan ijazah, ya siap-siap saja nasib fresh graduate bakal begini-begini terus. Pola pikir adalah satu hal yang penting sekali untuk dibenahi. Terutama menyangkut pada kesadaran bahwa belajar adalah hal yang perlu dilakukan sepanjang zaman. Belajar dan mempelajari hal baru.

Jika kamu adalah anak IT, tak ada salahnya kamu mulai belajar bisnis untuk memahami konteks bagaimana mengembangkan produk sesuai keinginan pasar saat ini. Jika kamu anak hukum, sudah saatnya kamu belajar mengenai cyber crime dan regulasi yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus yang makin beragam jenisnya. Intinya semua orang memerlukan proses belajar dan itu harus terjadi secara terus-menerus. Tak peduli sekarang kamu sudah lulus atau bahkan sudah bekerja dengan posisi mentereng. Dengan mindset yang terbuka, semangat belajar tinggi, fresh graduate tak lagi jadi halangan untuk tetap produktif dalam berkarya.