Home  »  Opinion   »  
Opinion

Misi ke Mars: Apakah Manusia Nantinya Bisa Bereproduksi?

[Foto: space.com]
Misi menjajah Mars menyisakan sebuah topik pembicaraan: Bagaimana manusia bereproduksi di Planet Merah tersebut? Pertanyaan itupun lantas ditanggapi oleh peneliti bernama Kris Lehnhardt, seorang Asisten Profesor dari George Washington University School of Medicine and Health Sciences.

Ia mengatakan bahwa para peneliti belum cukup tahu tentang bagaimana manusia bereproduksi serta merencanakan pemukiman permanen di Mars.

“Ini adalah sesuatu yang tidak pernah kita pelajari sebelumnya, karena tidak relevan hingga kini. Namun, apabila kita ingin menjadi spesies ruang angkasa dan ingin tinggal di sana secara permanen, maka ini (reproduksi) adalah isu krusial yang harus kita hadapi karena belum dipelajari sepenuhnya,” kata Lehnhardt, sebagaimana dilansir dari laman Space.

Bagaimana embrio manusia akan mengalir saat berada jauh dari Bumi? Bagaimana ‘kerja’ embrio saat di lingkungan berorbit mikrogravitasi, di ruang angkasa yang dalam, atau di Mars yang gravitasi permukaannya hanya 38 persen sekuat Bumi? Semua itu tetap menjadi misteri.

“Kami tidak tahu bagaimana perkembangannya. Apakah sperma akan menumbuhkan tulang seperti yang kita lakukan? Apakah mereka bisa datang ke Bumi dan benar-benar berdiri?” ujar Lehnhardt, mempertanyakan.

Menurutnya, ada banyak hal yang perlu dipikirkan oleh para ilmuwan ke depan. Misalnya, orang-orang yang lahir dan tumbuh di Mars atau di habitat ruang angkasa yang besar, apakah mereka akan sangat berbeda dari manusia yang tinggal di Bumi. Untuk itu, Lehnhardt akan memulai penelitian ini, yang mungkin, menjadi titik balik sejarah peradaban manusia.


Sperma yang dipelihara di ISS hasilkan bayi tikus sehat

Proses reproduksi di luar Bumi bukanlah topik yang harus diabaikan. Belum lama ini, para ilmuwan sudah mengumumkan kelahiran bayi tikus sehat yang dikandung dari sperma yang dipelihara di Stasiun Luar Angkasa (ISS) selama sembilan bulan.

Percobaan itu menunjukkan bahwa untuk sementara, radiasi ruang angkasa dapat merusak DNA sperma. Namun mungkin, tidak merusak spesies mamalia untuk menghasilkan keturunan yang layak.

Penelitian itu membangkitkan kemungkinan bahwa manusia suatu hari bisa hidup secara permanen di luar angkasa. Atau setidaknya terlibat dalam perjalanan luar angkasa yang jauh lebih banyak dibanding saat ini.

Namun masalahnya adalah konsekuensi untuk tubuh manusia dan hewan jika tinggal lama di ruang angkasa. Karena itulah, ilmuwan NASA kini sedang menyelidiki bagaimana ruang waktu mempengaruhi kesehatan manusia, untuk mempesiapkan misi ke Mars.

Secara khusus, ilmuwan mengetahui bahwa radiasi di ISS 100 kali lebih kuat dibanding Bumi. Hal ini berpotensi menyebabkan kerusakan DNA pada sel mamalia dan gamet.

Dalam penelitian baru ini, para ilmuwan tidak mempelajari manusia secara langsung. Namun, temuan mereka bisa memiliki implikasi penting bagi kesehatan manusia di masa depan.

“Subjek utama kami adalah reproduksi hewan. Di bidang ini, hewan sudah dilahirkan dari sperma kering yang diawetkan. Di Jepang misalnya, 100 persen sapi perah kami lahir dari sperma yang diawetkan untuk alasan ekonomi dan perkembang biakan,” kata Teruhiko Wakayama dari Universitas Yamanashi, Jepang, yang merupakan penulis utama penelitian ini, seperti dilansir dari laman IBTimes.

“Tujuan penelitian kami adalah untuk menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk membiakkan hewan domestik ini di luar angkasa,” tambahnya.

Menurut Teruhiko Wakayama, teknologi reproduksi yang dibantu (ART) kemungkinan juga akan digunakan untuk memproduksi manusia di habitat ruang angkasa di masa depan. “Suatu hari nanti, temuan kami mungkin bisa membantu pasangan tidak subur yang akan tinggal di stasiun luar angkasa yang besar,” pungkasnya.