Home  »  Review   »  
Review

NATAProperty – Startup Muda “Berbahaya”

Sewaktu memutari booth peserta di Echelon 2016 hari pertama, saya melewati sebuah booth startup yang bernama NATAProperty.com. Mulanya saya kira ini hanyalah versi lain dari Rumah.com, Rumah123.com, dll. Tetapi ternyata konsep mereka berbeda.

“Iya Bu, jadi Ibu tidak pusing, Ibu fokus membangun properti, kami yang urus penjualan.” ujar Happy Murdianto kepada dua orang ibu-ibu yang mengunjungi booth mereka. Salah dari ibu ini ternyata adalah pengembang properti di daerah Cikarang. Mendengar kata “kami yang urus penjualan” itu membuat saya tertarik mampir.

Happy menjelaskan jika NATAProperty.com ini berbeda konsepnya dengan situs listing properti lainnya yang sudah ada. Sebenarnya NATAProperty masuk ke kategori SaaS (Software as a System), bukan property listing seperti dugaan saya tadi. Mereka menyediakan Integrated Property Management System di mana semua urusan penjualan properti dari developer terintegrasi dari ujung ke ujung.

Cara Kerja NATAProperty

Sebutlah ada sebuah perusahaan properti bernama Labana Land. Labana Land membangun 2 menara apartemen. NATAProperty memasukkan semua data detail unit apartemen ini ke dalam sistemnya. Selain itu semua data agen pun dimasukkan ke dalam sistem ini.

Salah satu agen penjual akhirnya berhasil meyakinkan kliennya untuk membeli 1 unit apartemen dari LabanaLand. Agen penjual ini bisa dengan mudah memastikan unit tersebut memang masih tersedia atau justru sudah dijual agen lain, karena di sistem terlihat jelas.

Kemudian agen tersebut tinggal memasukkan informasi pembelian ini ke dalam sistem. Sehingga unit yang sama tidak akan mungkin dijual lagi oleh agen penjual yang lain. Tentunya ini menghemat waktu agen penjual. Saya sendiri sering melihat di pameran properti, seorang agen harus bolak-balik menelpon ke kantornya hanya untuk memastikan unit yang ingin dibeli masih tersedia atau tidak.

LabanaLand menjual propertinya dalam jangka waktu panjang, 3 bulan. Dalam satu bulan tentunya akan terjadi pembelian-pembelian di hari yang berbeda. Dengan sistem ini, LabanaLand akan dengan sangat mudah memonitor semua transaksi ini. LabanaLand bisa dengan cepat menentukan siapa agen yang harus dibayar komisinya terlebih dahulu, kapan dibayarkan, atau mungkin kapan seorang agen terpaksa dilepas karena tidak berhasil menjual satu unit pun.

Bagi agen pun ini membuat mereka lebih tenang. Selain memudahkan konfirmasi ketersediaan unit sekaligus proses booking, mereka juga bisa memantau sendiri sudah sampai di mana status pembayaran uang muka klien mereka, kapan komisi mereka akan dibayarkan LabanaLand, dst. Semuanya bisa diakses kapan saja di mana saja, selama ada akses internet dan browser.

Model Bisnis

Mengembangkan sistem untuk mengurusi penjualan properti seperti ini tidak murah. Beny Saputro (co-founder NATAProperty) mengatakan pada LABANA.ID, biaya pengembangan sistem seperti ini bisa memakan biaya hingga miliaran rupiah.

Dengan menggunakan sistem NATAProperty, maka pengembang properti cukup membayar 0,5% dari total penjualan yang terjadi melalui sistem mereka. Jadi selain tidak ada kepusingan untuk membangun sistem informasi sendiri, pengembang pun tidak memiliki resiko secara bisnis. Jika setelah menggunakan sistem ini ternyata tidak terjadi penjualan, si pengembang tidak perlu membayar satu rupiah pun.


Tetapi tentu saja ada pengembang yang masih agak keberatan dengan angka ini. “Banyak juga sih yang minta kalau bisa di sekitar 0,3% saja,” terang Happy. Itulah sebabnya NATAProperty berusaha mendapatkan investor agar bisa menekan biaya yang ditagihkan ke klien mereka.

Sebenarnya tak hanya solusi sistem informasi saja yang ditawarkan mereka kepada perusahaan pengembang properti. Mereka juga mampu memberikan informasi keefektifan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan pengembang properti itu.

Mengambil contoh di atas tadi, NATAProperty bisa memberikan data kepada LabanaLand, berapa banyak pembelinya yang datang karena iklan dari koran Kompas, berapa dari iklan di Facebook, berapa dari iklan di Detik, berapa dari iklan di MetroTV, misalnya. Dengan begitu pengembang properti bisa tahu kemana sebaiknya mereka memfokuskan dana kampanye pemasaran mereka.

“Jadi, apa maksudnya NATAProperty nantinya juga akan handle marketing dari perusahaan developer? Atau paling enggak manage digital marketingnya mereka?” tanya saya pada Happy.

“Ya.., kita mampu kok melakukan itu.” ujar Happy seraya tersenyum.

Para Pendiri

“Mas pernah dengar penjualan properti Lippo yang sehari dua hari langsung sold out itu? Nah itu gak mungkin bisa dilakukan tanpa sistem IT yang bagus. Nah sistemnya Lippo itu, dulu Beny ini yang bangun,” ujar Happy seraya menunjuk Beny, sang co-founder yang sedang sibuk merapikan kartu namanya. Di atas kartunamanya tertulis NATA Solusindo. NATA Solusindo adalah holding dari NATAProperty.com. Bisa ditebak dari namanya, NATA Solusindo adalah perusahaan penyedia layanan pengembangan sistem informasi, dimotori oleh Beny Saputro sendiri.

Berbeda dengan Beny yang berlatar belakang dunia IT, Happy Murdianto belasan tahun berkarir di dunia penjualan properti. Terakhir dia menjabat sebagai General Manager di salah satu perusahaan properti elit di Jakarta.

Co-founder NATAProperty yang satu lagi adalah seorang wanita. Namanya Sandra Vandhi. Sebelum bergabung bersama Beny dan Happy untuk menjadi COO, Sandra berkarir sebagai marketing executive di Femina Group.

Tantangan

Solusi sistem informasi yang sudah terbukti berjalan dan menghasilkan uang, bukan berarti tanpa tantangan. Tidak bisa dipungkiri kenyamanan sistem informasi akan semakin lengkap jika bisa diakses secara mobile. Saat ini sistem NATAProperty belum tersedia dalam bentuk aplikasi mobile. Namun mereka berencana meluncurkannya pada Mei 2016 ini.

Selain soal aplikasi, tantangan lain NATAProperty adalah untuk pasar sekunder properti (second market). Model bisnis dan sistem informasi NATAProperty memang sangat cocok digunakan pengembang properti, artinya pas untuk properti yang masih baru. Tetapi untuk properti sekunder (second), bisa jadi butuh banyak penyesuaian.

“Berbahaya”

Saya sebut startup satu ini “berbahaya” karena dari produk, kompetensi pendiri dan model bisnisnya, mereka terlihat sangat matang. Terlebih saat ini pun NATAProperty sudah memiliki pemasukan dari sistemnya ini. Ini jenis startup yang sudah terbukti (proven). Dari berbagai startup yang menghadiri acara Echelon 2016 ini, tidak banyak yang saya lihat memiliki paket lengkap seperti mereka.

Jikapun akhirnya mereka gagal mendapatkan investasi, seharusnya mereka bisa tetap berkembang pesat dengan sendirinya.

CATATAN:

Tulisan ini dibuat sebelum saya tahu mereka menjadi pemenang TOP 100 Startup Search di acara Echelon 2016 ini. Tampaknya para juri juga sependapat dengan saya. Selamat Happy, Benny dan Sandra!