Home  »  News   »  
News

Peneliti: Fenomena Hujan Berlian Kemungkinan Terjadi di Uranus dan Neptunus

[Foto: theguardian.com]
Hingga saat ini, para ilmuwan memang belum sepenuhnya menjelajahi Planet Uranus dan Neptunus. Selain karena isu biaya, misi ke dua planet es tersebut juga terhalang karena kekurangan persediaan plutonium untuk dijadikan bahan bakar pesawat antariksa yang tersedia dahulu kala.

Namun berdasarkan percobaan terbaru, ilmuwan menyimpulkan bahwa kedua planet gas tersebut kemungkinan memiliki hujan berlian. Sebab, berlian sendiri memang menjadi interior kedua planet, sehingga keraknya terlihat gemerlapan di sekitar inti padat Uranus dan Neptunus.

Kendati dijuluki planet es raksasa, Uranus dan Neptunus sebenarnya sangatlah panas. Kebalikan dengan atmosfer atasnya yang ratusan derajat Fahrenheit di bawah titik beku karena jauh dari matahari, pusat dari planet ini bisa mencapai ribuan derajat Fahrenheit karena tekanan interiornya yang luar biasa.

Kombinasi dari kedua temperatur ekstrem dengan tekanan luar biasa inilah yang menciptakan kondisi spesial, di mana hidrogen dan karbon bisa membentuk hujan berlian pada 8.000 kilometer di bawah permukaan atmosfer Uranus dan Neptunus.

Kemungkinan hujan berlian ini disimpulkan setelah tim peneliti merekayasa kondisi Neptunus di Laboratorium SLAC Stanford. Dominik Kraus dari Helmholtz Zentrum Dresed-Rossendorf, dan kolega adalah orang dibalik penelitian ini.


Karena tim peneliti belum mampu mengamati secara langsung kondisi kedua planet ini, maka eksperimen di laboratorium pun mereka lakukan. Kondisi buatan ini melengkapi hasil pengamatan satelit dan teleskop yang selama ini dilakukan di kedua planet. Penelitian ini sendiri sudah dipublikasikan dalam Nature Astronomy.

Tim tersebut menggunakan material plastik yang disebut polisterin untuk mensimulasikan atmosfer Neptunus yang kaya metan. Metan dan plastik sendiri terbuat dari molekul karbon dan hidrogen.

Lalu, untuk menciptakan tekanan tinggi yang memeras kedua molekul keluar dari polisterin, ilmuwan menggunakan Matter SLAC di instrumen laser Extreme Conditions (MEC) yang ada di dalam laser terkuat dunia, yakni Linac Coherent Light Source (LCLS). Dengan menggunakan laser MEC tersebut, mereka menciptakan gelombang kejut di polisterin.

Sepasang gelombang kejut tersebut menciptakan tekanan dan panas yang menyerupai interior kedua planet es dan dalam waktu yang sangat-sangat singkat, sekitar 50 femtosekon (500−15 detik), atom karbon dan hidrogen dari plastik memisahkan diri untuk membentuk berlian yang diameternya hanya beberapa nanometer. Inilah yang membuat para ilmuwan percaya bahwa kedua planet itu bisa membuat berlian jutaan karat.

“Waktu eksperimen ini sangatlah pendek sampai kita pun terheran-heran bisa melihat penciptaan berlian,” kata Kraus, sebagaimana dilansir dari laman The Guardian.

Selain untuk membuat reka ulang pembuatan hujan berlian di Uranus dan Neptunus, penelitian ini juga berguna dalam pengetahun mengenai exoplanet. Ke depan, orang juga bisa menggunakan hasil penelitian ini dalam memproduksi nanodiamond untuk perhiasan, peralatan ilmiah, elektronik dan keperluan komersial lainnya.

Dalam eksperimen ini, berlian yang dihasilkan memang sangat kecil. Namun, dalam lingkungan yang stabil seperti Uranus dan Neptunus, berlian mungkin menghabiskan waktu ribuan tahun hingga bertumbuh menjadi jutaan karat.

Selain itu, peneliti juga berencana untuk merekayasa interior planet dengan tipe lain di masa depan dengan metode yang sama. Dengan begitu, setidaknya umat manusia mempunyai gambaran tentang atmosfer planet, sebelum mereka mampu menempuh perjalanan ke planet-planet jauh tersebut.