Home  »  News   »  
News

Penelitian: Kabin Pesawat Terbang Jadi Tempat Penyebaran Penyakit Menular

[Foto: phys.org]
Tanpa kita sadari, ada beberapa tempat yang selama ini kita anggap ‘bersih’ ternyata menjadi sumber penyebaran penyakit. Salah satunya adalah pesawat terbang komersial. Hal ini diungkapkan oleh tim peneliti Arizona State University, Amerika Serikat.

Tim peneliti lintas ilmu Arizona ini membuat simulasi matematika dan komputasi untuk memprediksi pola penyebaran infeksi ebola di kabin pesawat terbang. Meski peraturan sudah diterapkan, di antaranya dengan membatasi perjalanan udara untuk mencegah penyebaran penyakit selama epidemi ebola pada 2014-2015, namun tetap saja ada beberapa insiden saat penumpang yang terinfeksi menggunakan pesawat komersial. Jadi, kesimpulannya adalah tidak ada sistem yang benar-benar aman.

Oleh karena itu, para peneliti menganggap bahwa naik pesawat bisa menghadirkan tiga ancaman penyebaran penyakit sekaligus. Sistem di dalam pesawat memaksa orang untuk memasuki ruang tertutup dalam jangka waktu yang lama, melakukan kontak dekat dengan orang lain yang tidak bisa dihindari, dan seringkali mengumpulkan orang-orang dari wilayah geografis jauh yang mungkin memiliki tingkat kerentanan penyakit yang berbeda.

Selain itu, menurut mereka, terdapat faktor lain yang memicu tingkat penyebaran infeksi. Di antaranya, metode naik pesawat (enplaning) berdampak besar terhadap tingkat infeksi dan ukuran pesawat terbang.

Menurut hasil riset ini, pesawat komersial berukuran kecil bisa mengurangi jumlah infeksi baru dalam penerbangan. Sedangkan metode enplaning yang umum saat ini memicu penyebaran penyakit. Jumlah penumpang yang lebih sedikit dan waktu yang lebih cepat untuk menuju tempat duduk membuat mereka terhindar berada dalam radius kontak seseorang.


“Menggunakan pesawat yang lebih kecil selama wabah bisa mengurangi kemungkinan pengenalan infeksi secara drastis,” kata Sirish Namilae, salah satu peneliti.

Namun ternyata, masalah terdapat pada metode boarding. Umumnya, penerbangan saat ini menggunakan teknik boarding, yaitu membagi penumpang dalam tiga bagian. Penumpang naik di kelas satu, bagian tengah, dan bagian belakang. Menurut mereka, teknik ini sebenarnya adalah cara terburuk untuk mengurangi jumlah infeksi.

“Sistem ini memaksa penumpang berdiri di lorong menunggu sampai tempat duduk mereka. Ini berarti lebih banyak waktu bagi penumpang yang sakit untuk menulari penumpang lain,” ujar Mubayi. Sementara itu, metode turun dianggap sudah baik. Prosesnya jauh lebih cepat sehingga orang tidak menunggu lama seperti saat akan duduk.

Rekomendasi baru untuk maskapai penerbangan

Berdasarkan hasil tersebut, para peneliti memberikan rekomendasi baru yang bisa diadopsi oleh maskapai penerbangan. Hasil ini merupakan evaluasi dari metode boarding yang ada.

Sebelumnya, para peneliti mensimulasikan bagaimana ebola bisa menyebar di pesawat terbang. Model ini memprediksi berapa banyak penumpang yang terinfeksi setelah menggunakan salah satu dari beberapa metode boarding yang berbeda, dan juga mengevaluasi dampak dari faktor lain seperti metode deplaning (turun dari pesawat) dan ukuran pesawat.

Dari simulasi itulah mereka mendapat cara yang lebih baik untuk menekan penyebaran infeksi. Caranya adalah dengan metode acak dua bagian, yakni lorong pesawat dibagi dalam dua bagian memanjang dan penumpang naik secara acak di dalam bagian tersebut.

Dengan mencegah kemacetan di lorong dan menjaga supaya penumpang tidak berada di samping seseorang dalam waktu yang sangat lama, maka cara ini menghasilkan jumlah infeksi baru yang paling rendah.

Menurut tim peneliti, strategi boarding yang digunakan saat ini, menggunakan pesawat besar atau kecil, bisa memicu peningkatan infeksi hingga 67 persen. Sebaliknya, strategi acak dua bagian, yang mereka teliti, bisa menurunkan tingkat infeksi sampai 40 persen.

Riset ini memang berfokus pada ebola. Namun, strategi ini juga cocok untuk menekan penyebaran penyakit menular lainnya, tidak hanya untuk pesawat terbang komersial, tetapi juga kereta bawah tanah.