Aksi protes ini menyusul donasi yang dikumpulkan karyawan, yang jumlahnya mencapai $2 juta (setara Rp26,7 milyar) yang diberikan kepada beberapa organisasi non-profit yang bekerja membantu para pengungsi. Selain sumbangan dari karyawan, Google juga telah memberi donasi dalam jumlah yang sama.
“Ini adalah respon langsung untuk kebijakan imigrasi,” kata Enzam Hossan, karyawan di kampus Mountain View kepada The Verge. “Kami ingin menjadi bagian dari ini, dan mendukung kolega-kolega yang terdampak kebijakan tersebut.”
Cofounder Google Sergey Brin dan CEO Sundar Pichai juga telah berbicara kepada karyawan di Mountain View. “Perjuangan (melawan kebijakan Trump) akan terus berlanjut,” kata Pichai.
“Saya melihat banyak pemimpin dari Google hari ini,” kata Pichai di depan kerumunan karyawan di Mountain View. “Kami telah membicarakan ini selama berjam-jam pagi ini. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Saya pikir sangat penting untuk berdiri dan berusaha mencapai hasil. Saya pikir kita semua perlu belajar untuk bersuara dan berkomunikasi dengan orang-orang di seluruh negeri. Dan saya pikir sangat penting untuk (mengatasi) hal-hal semacam ini, kita ambil langkah lebih jauh untuk bersuara, untuk berdialog, dan itulah yang akan memberi hasil yang kita inginkan. Namun saya pikir, hari ini adalah saatnya kita mendengar suara-suara yang lain. Kita telah bersuara, namun saya pikir akan lebih hebat jika kita juga mendengar cerita-cerita (dari orang lain) dan perjuangan akan terus berlanjut.”
Sedangkan menurut Brin, “ini adalah perdebatan mengenai nilai-nilai fundamental.” Brin sendiri merupakan pengungsi yang datang bersama keluarganya dari Uni Soviet, saat dia berusia enam tahun. Saat itu, menurut dia, tengah berlangsung perang dingin dan rakyat Soviet ketakutan akan serangan nuklir. “(Uni Soviet) pada saat itu, adalah musuh terbesar AS,” katanya seperti dilansir dari TechCrunch. “Namun demikian, saat itu AS memiliki keberanian untuk menampung saya dan keluarga sebagai pengungsi.”
Aksi protes ini diorganisir oleh karyawan, namun mendapat dukungan penuh dari Google. Menurut sebuah sumber, karyawan mengelola dan menyebarkan rencana untuk aksi ini melalui milis internal Google.
Menurut sumber tersebut, pembicara utama di Mountain View adalah Soufi Esmaeilzadeh, warga Kanada kelahiran Iran yang sudah menetap di AS selama 15 tahun. Esmaeilzadeh yang bekerja sebagai manajer produk di Google Assistant, sedang bepergian dari San Francisco ke Zurich ketika Presiden Trump memberlakukan kebijakan untuk menolak pengunjung dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk memasuki wilayah AS.
Esmaeilzadeh lalu mengontak layanan imigrasi Google untuk meminta pulang lebih cepat. Dia diminta untuk menunggu di Zurich sementara tim imigrasi Google menelaah kemungkinannya secara hukum. Esmaeilzadeh mengaku kepada sumber tersebut, dia takut dideportasi jika kembali ke Amerika.
Untungnya, pengadilan federal kemudian memberikan hak untuk tinggal bagi mereka yang sudah terlanjur mencapai bandara AS. Google lalu berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memulangkan Esmaeilzadeh ke AS, dengan mengambil jalur Boston melalui Dublin. Wanita tersebut akhirnya bisa pulang pada Sabtu, 29 Januari 2017 lalu.