Home  »  Opinion   »  
Opinion

Sedekade Dropbox dan Masalah Serta Kebahagiaan yang Silih Berganti

 

Tak terasa, sudah hampir 10 tahun berlalu sejak Drew Houston dan Arash Ferdowsi, mahasiswa Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang tergolong prestisius itu, melahirkan Dropbox pada Juni 2007 silam. Layanan hosting berbasis cloud tersebut saat ini terbukti cukup dominan, terbukti dari pengguna global mereka yang diklaim sudah ada 500 jutaan walaupun kompetitor yang mereka hadapi tak sembarangan, mulai dari Microsoft OneDrive, Box, hingga Google Drive. Terlebih, Dropbox bukanlah pemain pertama di bisnis ini; Amazon Web Services (AWS), subsider Amazon, sudah ada dari Maret 2006.

Sedikit menengok ke belakang, sejarah Dropbox sendiri tidaklah sepele. Ada beragam kontroversi dan halangan – yang segelintirnya terhitung besar – turut menghiasi tumbuh kembang perusahaan tersebut. Perjalanan layanan yang lahir atas kepayahan Houston yang kerap lupa membawa flash disk berisi file-file yang ia butuhkan selama kuliah ini tampak cukup mulus di awal. Buktinya, mereka langsung mengamankan pendanaan dari Y Combinator tak lama setelah lahir hingga diluncurkan secara resmi di TechCrunch Disrupt – yaitu konferensi tahunan yang mengompetisikan sekaligus me-launching produk startup teknologi dengan iming-iming hadiah, publikasi media, hingga investasi dari venture capital – setahun setelahnya.

Cobaan mulai datang saat Dropbox diblokir di Tiongkok tahun 2010 tanpa alasan yang jelas dari pemerintah setempat. Besar kemungkinan hal ini dikarenakan Dropbox mulai mampu memikat masyarakat setempat, senasib dengan Facebook dan Twitter, sehingga berpotensi mengancam perusahaan teknologi dalam negeri mereka. Padahal di tahun itu, Dropbox Inc. sedang populer-populernya, dari “hanya” menjaring 1 juta user di bulan April 2010 menjadi 3 juta user mendekati penutupan tahun yang sama.


Juni 2011, Dropbox mengalami masalah otentikasi yang menyebabkan layanannya bisa diakses tanpa perlu memasukkan password. Isu tersebut berlangsung selama beberapa jam. Sebulan setelahnya, user kembali diresahkan dengan pembaruan kebijakan Dropbox yang seakan-akan menyatakan bahwa pihak Dropbox punya hak kepemilikan atas data pengguna yang diunggah di sana. Sejurus kemudian, Dropbox memperbarui perjanjiannya dengan user lewat tambahan pernyataan bahwa lisensi ini hanya berguna untuk membantu mereka mengelola dan mengoperasikan Dropbox.

Kemudian, tiga tahun berselang, tepatnya Februari 2014, sempat ada kabar baik, yakni ketika Dropbox di-unblock pemerintah Tiongkok. Namun, statusnya kembali terlarang Juni 2014 hingga sekarang. Nah, di tahun itu, kontroversi kembali terjadi ketika Dropbox menambahkan Condoleezza Rice di jajaran direktur perusahaan. Muncul protes dari sebagian pengguna Dropbox yang peduli dengan netralitas layanan freemium ini. Pasalnya, wanita yang sempat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat tersebut diketahui pernah terlibat dalam aktivitas penyadapan terhadap masyarakat AS. Petisi maupun protes sudah disampaikan. Akan tetapi, Rice hingga kini – berdasarkan data yang kami himpun dari CrunchBase – masih tercatat sebagai Board Members and Advisors Dropbox. Sementara suara penentangan dari user Dropbox yang dulu lantang kini mulai melirih.

Polemik besar lain dari Dropbox adalah ketika kawanan hacker berhasil membocorkan lebih dari 68 juta akun dan password pengguna perusahaan yang bermarkas di San Francisco, California, itu. Peretasan yang menjadi isu yang cukup panas Agustus 2016 tersebut sebenarnya sudah dilakukan medio 2012 silam. Upaya antisipasi yang dilakukan Dropbox memang cuma meminta pengguna terdampaknya untuk mengatur ulang kata sandinya sembari mengaktifkan two-step verification, tetapi diyakini sudah cukup efektif untuk menangkal serangan tersebut. Hanya pengguna yang mendaftar di pertengahan 2012 dan belum mengganti password-nya sejak saat itu yang berpotensi terserang, begitu janji Patrick Heim, yang waktu itu masih menjabat sebagai Head of Trust & Security Dropbox.

Terlepas dari sandungan-sandungan itu, Dropbox setidaknya tahun ini masih bisa berpuas diri. Di tengah animo perayaan ulang tahunnya yang ke-10, mereka Februari lalu dimasukkan ke daftar startup paling berharga di Amerika Serikat versi Business Insider. Bersama Pinterest, Airbnb, SpaceX, dan Uber, Dropbox telah masuk daftar decacorn, alias entitas bisnis dengan valuasi di atas 10 miliar USD. Capaian ini juga menjadikan Dropbox sebagai investasi Y Combinator yang paling berhasil sejauh ini.

Jadi, sepotong ucapan selamat ulang tahun untuk Dropbox dari orang-orang dengan mobilitas tinggi atau yang sering kelupaan membawa file penting di laptop atau flash disk-nya sebentar lagi sepertinya tak terlalu berlebihan, kan?