Home  »  News   »  
News

Selamat Tinggal, MP3!

[Foto: pexels.com]
Anda tentu sudah tidak asing dengan MP3. Format audio yang memiliki kualitas audio relatif bagus ini sempat populer mulai akhir 1990-an. Salah satu alasan MP3 banyak dipilih oleh penikmat musik adalah karena ukuran file-nya yang jauh lebih kecil dibandingkan format WAV konvensional.

Namun, kabar berikut ini akan sedikit mengagetkan sekaligus membuat sedih. Pencipta dan pemilik format MP3, Fraunhofer Institute for Integrated Circuits di Jerman, mengonfirmasi bahwa mereka sudah menghentikan program lisensi untuk audio codec MP3.

“Program perizinan untuk paten dan perangkat lunak terkait MP3 tertentu… sudah dihentikan,” ungkap pihak Fraunhofer Institute, seperti dikutip dari What Hi-Fi.

“Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada para pembeli lisensi atas dukungan dalam menjadikan MP3 sebagai audio codec defacto di dunia, selama dua dekade terakhir,” sebut mereka, sebagaimana dikutip dari The Inquirer.

Namun dengan penghentian lisensi ini, bukan berarti file MP3 di komputer atau gadget tiba-tiba akan tidak berfungsi. Selama perangkat yang Anda gunakan masih mendukung tipe file ini, maka Anda masih bisa menikmati file dengan format MP3. Malahan, format audio tersebut mendapatkan justifikasi untuk terus hidup.

Penghentian lisensi MP3 bisa dipandang sebagai “kabar baik”. Sebab, formatnya kini menjadi terbuka tanpa terhalang oleh paten Fraunhofer yang mesti dilisensi.


Misalnya, jika pengguna membeli MP3 dari toko online, toko yang bersangkutan tersebut selama ini harus membayar biaya lisensi ke Fraunhofer selaku pemegang paten. Nah, pembayaran tersebut kini tidak perlu dilakukan lagi.

Lantas, mengapa Fraunhofer menghentikan lisensi MP3? Rupanya format audio itu dipandang sudah tertinggal dibanding format lain yang lebih modern seperti AAC (iTunes, YouTube), OGG, dan MPEG-H.

“Format-format audio itu bisa memberikan lebih banyak fitur dan kualitas audio lebih tinggi dengan bitrate (ukuran file) yang jauh lebih rendah dibanding MP3,” sebut Fraunhofer.

Sementara itu, Bernhard Grill selaku Direktur Divisi Fraunhofer berkata, “Layanan media paling canggih seperti streaming atau penyiaran TV dan radio menggunakan codec ISO-MPEG modern seperti keluarga AAC atau di masa depan MPEG-H.”

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa saat ini, format AAC sudah menjadi standar de facto untuk format unduhan video musik di ponsel. Saat ini, AAC sendiri digunakan oleh iTunes, sedangkan Spotify menggunakan Ogg Vorbis.

Hanya saja, bagi negara di Amerika Serikat dan Eropa, format MP3 masih bisa digunakan karena terbebas dari lisensi paten.

Sudah mulai ditinggalkan

Namun tidak bisa dipungkiri, MP3 kini sudah mulai ditinggalkan karena banyak pengguna yang beralih ke sistem streaming yang tumbuh sebanyak 60 persen pada 2016. Sedangkan aktivitas unduhan turun sebesar 20 persen.

Dengan berkembangnya situs streaming musik seperti Spotify, Joox, dan lain-lain, penikmat musik memiliki akses bebas untuk mendengarkan musik. Mereka tidak perlu lagi repot menentukan bagaimana musik dikodekan. Mereka cukup membayar biaya berlangganan bulanan, dan bisa streaming musik sebanyak yang mereka inginkan.

Sejarah MP3

Sekitar akhir tahun 1980-an, Friedrich-Alexander University of Erlangen-Nuremberg menjadi yang pertama dalam melakukan penelitian format file audio. Para peneliti dari kampus tersebut bekerja sama dengan Fraunhofer Institute, yang kemudian melahirkan tipe file audio bernama MP3.

Pada 1994, Fraunhofer kemudian mulai mengedarkan perangkat lunak MP3 ke masyarakat. Perangkat lunak ini digunakan untuk memindahkan lagu dari compact disc (CD) ke file MP3 di komputer.

Dibutuhkan beberapa tahun sebelum akhirnya MP3 menjadi standar default audio yang digunakan di internet. Hal ini juga sempat menjadi perdebatan karena menjamurnya pembajakan musik melalui situs Napster pada 1999.