Home  »  News   »  
News

Studi: Ini Alasan Mengapa Makanan Tampak Lebih Lezat Ketika Kita Sedang Diet

[Foto: Shutterstock]
Selama beberapa dekade terakhir, pemahaman kita tentang rasa lapar dan nafsu makan telah meningkat pesat, namun penemuan terbaru ini bisa mengubah banyak hal. Sampai kini, ilmuwan tahu bahwa leptin—hormon yang dilepaskan oleh jaringan lemak—mampu mengurangi nafsu makan, sementara ghrelin—hormon yang dilepaskan oleh jaringan perut—membuat kita ingin makan lebih banyak. Hormon-hormon ini bekerja dengan mengaktifkan sejumlah neuron di hipotalamus otak—pusat kontrol energi tubuh.

Namun molekul yang baru ditemukan ini meningkatkan nafsu makan selama kita tidak makan, dan menurunkannya selama kita makan dengan lahap. Protein yang menarik neuron, yang diberi nama NPGL—tampaknya bertujuan mempertahankan massa tubuh pada waktu yang konstan, baik pada saat kita diet ataupun makan dengan bebas. Penemuan ini sangat menarik untuk dunia sains, tapi bukan berita bagus bagi mereka yang ingin langsing, atau sedang berusaha menurunkan berat badan.

Penemuan NPGL oleh Profesor Kazuyoshi Ukena dari Universitas Hiroshima (HU) menunjukkan bahwa mekanisme rasa lapar dan konsumsi energi bahkan lebih kompleks daripada yang kita sadari, dan NPGL memainkan peran sentral dalam proses yang selama ini kita kira telah kita pahami dengan baik.

Profesor Ukena pertama kali menemukan NPGL pada ayam, setelah melihat bahwa unggas tersebut tumbuh tumbuh lebih besar walaupun mereka telah dikondisikan dalam keadaan diet—menunjukkan adanya metabolisme energi lebih besar daripada yang selama ini diketahui. Penasaran, para peneliti di HU melakukan pencarian database DNA untuk melihat apakah mamalia mungkin juga memiliki zat yang sulit dipahami ini. Mereka menemukan bahwa NPGL ada pada semua vertebrata, termasuk manusia.


Untuk menyelidiki perannya, jika ada, pada mamalia, tim Profesor Ukena memberi makan tiga kelompok tikus, pada tiga diet yang berbeda, untuk melihat bagaimana kadar NPGL bisa berubah. Kelompok tikus pertama diberi makanan rendah kalori selama 24 jam. Kelompok kedua diberi makanan tinggi lemak selama lima minggu, dan kelompok ketiga diberi makanan tinggi lemak juga, namun untuk jangka waktu 13 minggu.

Tikus yang diberi makanan rendah kalori ditemukan mengalami peningkatan ekspresi NPGL yang ekstrem, sementara kelompok diet tinggi lemak lima minggu mengalami penurunan ekspresi NPGL yang besar.

Analisis lebih lanjut menemukan bahwa tikus memiliki NPGL, dan jaringan neuron yang terkait, di lokasi yang sama persis dengan otak karena daerah-daerah tersebut telah diketahui mengendalikan penekanan nafsu makan dan penggunaan energi.

Profesor Ukena mengajukan dugaan bahwa NPGL memainkan peran penting dalam mekanisme ini—meningkatkan nafsu makan saat tingkat energi turun dan mengurangi nafsu makan ketika kelebihan energi terdeteksi—yang akan membantu menjaga berat badan kita tetap sehat dan sistem organ berfungsi baik, dan yang lebih penting lagi, menjaga kita tetap hidup.

Karena kadar NPGL meningkat tajam pada tikus yang menjalani diet rendah kalori, Profesor Ukena percaya bahwa protein ini adalah pendorong meningkatnya nafsu makan, yang bekerja berlawanan dengan hormon penekan nafsu makan seperti leptin. Untuk mendukung hipotesis ini, ditemukan bahwa tikus yang langsung disuntik dengan NPGL menunjukkan nafsu makan yang rakus.

Menariknya, kadar NPGL yang turun drastis pada tikus yang menjalani diet tinggi lemak selama lima minggu turun kembali ke tingkat normal ketika mereka dibiarkan kenyang untuk jangka waktu lebih lama, yakni 13 minggu.

Para peneliti menduga, paparan diet tinggi lemak dalam jangka waktu yang lama menyebabkan ketidakpekaan terhadap efek penekanan nafsu makan dari leptin, dan pada kondisi ini NPGL—bahkan pada tingkat normal—bisa menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas, menunjukkan bahwa tubuh dapat melakukan banyak hal untuk menjaga berat badan tetap ideal.

Profesor Ukena mengatakan bahwa studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami interaksi mekanisme nafsu makan yang diketahui sebelumnya dengan protein “pendatang baru” di bagian homeostasis ini. Namun, tampaknya kita masih harus banyak belajar tentang selera makan, rasa lapar, dan konsumsi energi. Diharapkan bahwa studi lebih lanjut untuk mengupas NPGL pada mamalia bisa membantu memecahkan teka-teki ini.

Kini Anda tahu kan, mengapa diet begitu sulit dilakukan?