Home  »  News   »  
News

Studi: Penyakit Parkinson Kemungkinan Besar Berasal dari Usus

[Foto: netdoctor.co.uk]
Parkinson adalah degenerasi sel saraf secara bertahap pada otak bagian tengah yang berfungsi mengatur pergerakan tubuh. Artinya, penyakit ini merupakan penyebab kematian sel saraf otak. Menurut Parkinson’s Disease Foundation, penyakit ini menjangkiti satu juta warga Amerika dan 7-10 juta warga dunia. Parkinson sendiri memiliki penyebab pasti yang sangat beragam.

Namun, sebuah studi terbaru menemukan sebuah bukti bahwa parkinson kemungkinan besar berasal dari usus. Studi berjudul “A-Synuclein in Gut Wndocrine Cells and Its Implications for Parkinson’s Disease” tersebut dipublikasikan dalam jurnal peer-review Journal of Clinical Investigation Insight edisi 15 Juni 2017.

Studi ini menemukan bahwa protein di sel saraf yang rusak dan membentuk gumpalan di otak, juga ditemukan pada sel-sel yang melapisi usus halus. Penelitian ini dilakukan terhadap sel tikus dan sel manusia dari orang yang menderita parkinson.

“Protein tersebut bernama alpha-synuclein,” demikian pernyataan tim peneliti yang dipimpin Rashmi Chandra, pakar kesehatan dari Department of Medicine, Duke University, North Carolina, Amerika Serikat, dalam jurnal.

Dalam jurnal, tim menyatakan protein alpha-synuclein sangat berlimpah di otak. Pada sel saraf sehat, protein ini larut dalam cairan di sel. Namun, pada pasien parkinson, protein ini rusak atau tidak bekerja secara normal.

Saat rusak, protein tersebut menyebar melalui sistem saraf ke otak sebagai protein prion yang bertanggung jawab atas penyebaran sel penyakit ke seluruh tubuh. Di otak, molekul protein alpha-synuclein ini lalu melipat satu sama lain dan membentuk gumpalan yang kemudian merusak neuron. Namun, selama ini, belum diketahui sumber penyebab rusaknya protein alpha-synuclein di otak.


Sebelumnya, pada 2005, para ilmuwan pertama kali mengungkapkan bahwa pasien parkinson juga memiliki gumpalan protein tersebut di dalam usus mereka. Studi lain melihat orang yang memiliki gangguan pencernaan dan menjalani pembedahan saraf vagus. Pasien ini memiliki risiko 40 persen lebih rendah terkena parkinson, ketimbang orang yang saraf vagusnya tidak diangkat.

Dua studi tersebut sama-sama menyatakan bahwa protein alpha-synuclein yang ada di otak juga ditemukan di usus. Namun, belum diketahui bagaimana protein alpha-synuclein yang rusak bisa menyebar ke otak.

“Protein ini ditemukan di lumen, ruang di dalam saluran pencernaan. Namun, saluran saraf tidak terhubung dengan ruang tersebut,” kata Rodger Liddle, pakar ilmu pencernaan, yang juga penulis utama studi terbaru.

Pada 2005, muncul petunjuk pertama untuk menjawab misteri tersebut. Saat itu, Liddle dan tim menemukan sel-sel di lapisan usus halus yang memiliki sifat seperti sel saraf. Sel-sel tersebut bersifat endokrin, atau menghasilkan hormon. Juga, mengandung neurotransmitter dan protein lain yang biasanya ditemukan di neuron. Menurut Liddle, sel-sel itu bahkan tampak bercabang dengan cara kerja yang sama seperti neuron.

Saat ditempatkan di dekat neuron, sel endokrin ini bergerak cepat menuju neuron dan serat sel menghubungkannya dengan sistem pencernaan. Proses tersebut ditangkap dalam video berkecepatan tinggi. Setelah itu, Liddle, Chandra, dan tim mulai memelototi sel tersebut.

Benar saja, selain bersifat mirip neuron, sel itu membawa protein alpha-synuclein yang rusak ke otak. “Jelas itu sumber penyakit parkinson,” ujar Liddle, seperti dikutip dari laman Live Science.

Kini, Liddle dan tim masih mempelajari tentang bagaimana protein alpha-synuclein di usus bisa rusak, berangkat dari studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa orang terpapar pestisida dan bakteri tertentu lebih mungkin terjangkit parkinson. Tim memprediksi, bakteri-bakteri tersebutlah yang mengubah struktur protein alpha-synuclein di dalam sel usus.

“Yang kemudian menyebar ke otak melalui saraf vagus,” kata Liddle. “Hipotesis inilah yang harus kami buktikan dalam studi berikutnya.”

Riset lanjutan tentunya dibutuhkan, bukan hanya untuk menentukan penyebab parkinson, melainkan untuk menemukan cara baru mendiagnosis penyakit ini sejak dini. Selain itu, juga untuk mencari metode pengobatan baru. Tim menyatakan, ke depannya, pengobatan bisa saja dilakukan dari usus. Bisa juga dari menjaga pola makan.

Jadi, jagalah usus Anda jika tidak ingin terkena parkinson.