Home  »  News   »  
News

Tembikar Berusia 7.000 Tahun Ungkap Bahwa Manusia Prasejarah Sudah Bisa Memasak

Ilustrasi [Foto: Flickr.com/gbaku]
Tim peneliti dari berbagai negara yang beroperasi di bawah supervisi Universitas Bristol di Inggris telah mengungkap bukti purba yang menunjukkan bagaimana manusia prasejarah memasak makanan yang berasal dari tumbuhan untuk dikonsumsi.

Tim yang tergabung dalam Organic Geochemistry Unit, bagian yang dikelola oleh Sekolah Kimia Universitas Bristol, bekerjasama dengan peneliti yang tergabung dalam Sapienza dari Universitas Roma, dan beberapa universitas lain di Italia, mempelajari beberapa gerabah tanah liat kuno berusia lebih dari 10.000 tahun, yang diambil dari dua situs purbakala di Gurun Sahara, Libya. Tempat tersebut pada zaman prasejarah merupakan tempat yang hijau dan subur, dan dihuni sejumlah binatang besar seperti kuda nil, gajah, dan buaya.

Menurut sains, penemuan teknik memasak dianggap sebagai salah satu langkah paling penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Kegiatan memasak di zaman prasejarah telah mulai menggunakan api atau tungku, dan penemuan wadah memasak dari bahan tanah liat mengarahkan kepada perkembangan teknik pemasakan dan pemrosesan makanan.

Dengan memasak, manusia prasejarah bisa memakan makanan yang rasanya tak enak saat mentah, atau bahkan beracun. Memasak juga memungkinkan mereka untuk mendapatkan sumber energi yang baru. Sayangnya, hingga saat ini, bukti yang menunjukkan manusia prasejarah memasak tanaman di dalam wadah masak tak terlalu banyak.


Para peneliti berhasil mendeteksi lemak, yang merupakan residu dari memasak bahan makanan, yang menempel di dalam gerabah atau tembikar tanpa glasir yang nampaknya digunakan untuk memasak. Peneliti menemukan sesuatu yang signifikan, yakni fakta bahwa lebih dari setengah wadah tanah liat yang diteliti ditengarai pernah digunakan sebagai alat masak, berdasarkan identifikasi dari minyak tumbuhan dan zat lilin yang ditemukan pada gerabah.

Setelah melakukan investigasi molekuler dan komposisi isotop yang stabil, peneliti menemukan banyak jenis tanaman yang nampaknya dahulu sudah mulai diproses, seperti biji-bijian,  bagian daun dari tumbuhan, dan yang paling umum adalah mencari tanaman akuatik di dasar laut.

Menurut para peneliti, semua bahan makanan yang diproses di dalam gerabah sering disebut dengan “sejenis bubur” yang disajikan ketika manusia kesulitan mendapatkan hewan buruan, seperti di musim dingin misalnya.

Interpretasi tanda-tanda yang ditinggalkan komposisi kimia tanaman dalam tembikar-tembikar yang diteliti juga didukung oleh banyaknya tanaman purba yang terawetkan karena kondisi gurun pasir yang gersang di situs tersebut.

Jejak komposisi kimia tanaman yang ditemukan menempel pada tembikar menunjukkan bahwa praktek pemrosesan tumbuhan untuk dimakan telah dilakukan lebih dari 4.000 tahun lalu, mengindikasikan pentingnya tanaman bagi manusia prasejarah di Sahara.

“Inilah bukti langsung pertama yang mengindikasikan pemrosesan tumbuhan sebagai makanan, dan secara nyata menunjukkan bahwa manusia prasejarah pemburu-pengumpul di Afrika Utara mengonsumsi berbagai jenis tumbuhan, termasuk biji-bijian dan gabah-gabahan, tanaman berdaun, dan tanaman air,” kata Dr. Julie Dunne, peneliti post-doktoral di Universitas Bristol. “Hingga saat ini, pentingnya tanaman dalam diet manusia prasejarah sering kurang diakui, namun penemuan ini mendemonstrasikan pentingnya tanaman sebagai sumber makanan yang dapat diandalkan.”

Menurut dia, penemuan-penemuan terkait sisa tumbuhan yang dimasak dalam tembikar ini memperlihatkan cara-cara modern yang dilakukan manusia pemburu-pengumpul ini dalam memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan yang sangat banyak, dan kemampuan untuk merebus tanaman untuk dimakan, telah meningkatkan jumlah dan jenis tumbuhan yang bisa dimakan manusia prasejarah.