Home  »  Review   »  
Review

Ternyata Banyak Pendiri dan CEO Startup Besar di Indonesia Kuliah di Jurusan Non-Teknologi

Pendiri startup tersukses di Indonesia sebagian besar kuliah di jurusan non-teknologi
Pendiri startup tersukses di Indonesia sebagian besar kuliah di jurusan non-teknologi. [Foto: Shutterstock]
Laporan terakhir dari Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking 2017/2018 menyatakan bahwa tiga universitas di Indonesia berhasil masuk ke posisi 500 tertinggi di dunia. Ketiga universitas tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). UI naik dari peringkat 325 menjadi 277, ITB naik dari 401 menjadi 331, sementara itu UGM naik dari peringkat 501 ke 401.

Bagi anak muda di Indonesia, memutuskan kemana mereka ingin melanjutkan pendidikan tinggi merupakan tantangan tersendiri. Beberapa pertanyaan yang menjadi pertimbangan adalah:

Universitas mana yang harus saya ikuti?

Haruskah saya belajar di Indonesia atau di luar indonesia?

Apa jurusan yang harus saya ambil untuk memastikan saya mendapatkan pekerjaan setelah lulus?

Dan masih banyak lagi.

Tapi pertanyaan besar yang perlu kita jawab bersama adalah apakah universitas, lokasi dan jurusan adalah satu-satunya hal yang menentukan kesuksesan kita.

iPrice berkolaborasi dengan Venturra, salah satu perusahaan modal ventura di Indonesia, melakukan penelitian yang membandingkan lebih dari 50 perusahaan startup/yang baru berdiri dan lebih dari 100 pendiri startup untuk menganalisis latar belakang pendidikan mereka. Untuk menentukan kesuksesan, penelitian tersebut hanya mengambil startup yang setidaknya sudah mendapatkan dana seri-A sebagai sampel.

Berdasarkan penelitian tersebut, ada tiga temuan menarik dari para pendiri alias startup founder di Indonesia sehubungan dengan latar belakang pendidikan mereka.

ITB menghasilkan banyak founder

Dari lebih 100 pendiri yang menjadi sampel penelitian, 14 di antaranya berasal dari ITB. Pendiri Bukalapak, Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono dan Muhamad Fajrin kuliah di sana. Pendiri lain yang juga belajar di sini adalah Agung Nugroho (COO Kudo), Raynazran Royono (CEO Snapcart), Marsekal Tegar Utoyo (founder Fabelio), dan masih banyak lagi.

Bina Nusantara dan Harvard berada pada posisi yang sama. Keduanya menghasilkan delapan pendiri yang sukses. Beberapa nama yang berasal dari Bina Nusantara adalah CEO Tokopedia; CEO Qlapa, Benny Fajarai dan CEO dari Tripvisto, Benardus Sumartok. Dari Harvard, kita bisa melihat beberapa nama seperti Nadiem Makarim (CEO Go-Jek), Ferry Unardi (CEO Traveloka), Raynold Wijaya dan Kelvin Teo (Co-founder Modalku).


Di posisi ketiga, kami memiliki Universitas Purdue, yang menghasilkan tujuh pendiri seperti Adamas Syah Devara (CEO Ruangguru), yang juga belajar di Harvard; lalu, Jason Lamuda (CEO Berrybenka), dan Ryan Gondokusumo (CEO Sribu).

Di posisi keempat, ada Universitas Stanford yang menghasilkan lima pendiri. Beberapa nama terkenal adalah Derianto Kusuma (CTO Traveloka) dan Oby Sumampouw (Co-Founder Cermati).

Yang terakhir, ada Universitas Indonesia, di mana UI menghasilkan empat pendiri. Mereka adalah Natali Ardianto (CTO dari Tiket.com), Iman Usman (CPO Ruangguru), dan Diajeng Lestari (CEO Hijup).

Selain enam universitas tersebut, ada beberapa universitas yang memproduksi lebih dari dua pendiri yang sukses seperti Universitas Taruma Negara dan Universitas Pelita Harapan.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh perguruan tinggi lokal juga sangat kompetitif dengan yang belajar di universitas internasional. Terbukti bahwa ITB berhasil menghasilkan pendiri pemula yang lebih sukses dibandingkan dengan Harvard, Purdue, dan Stanford.

58 persen pendiri startup mengambil jurusan non-teknologi

Lima puluh sembilan dari 102 pendiri startup mengambil jurusan non-teknologi, dan sisanya (43) mengambil jurusan terkait teknologi.

Dari 59, jurusan yang populer adalah Keuangan (8), Teknik Industri (6), Ekonomi (5), Pemasaran (5) dan Akuntansi (4).

Beberapa pendiri yang mengambil keuangan adalah Michaelangelo Moran (Co-Founder Go-Jek), dan John Rasjid (Co-Founder of Sociolla).

Beberapa pendiri yang mengambil Teknik Industri adalah Reynazran Royono (CEO Snapcart), dan Haryanto Tanjo (CEO Moka).

Di jurusan Ekonomi, ada Hendrik Tio (CEO Bhinneka), Jonathan Sudharta (CEO HaloDoc), dan Adrian Li (BoD Qraved).

Beberapa pendiri yang mengambil ilmu komputer atau informatika adalah Achmad Zaky (CEO Bukalapak), Kevin Osmond (CEO Printerous), Arief Widhiyasa (CEO Agate), Albert Lucius (CEO Kudo), Mikhale Gaery Undarsa (Chief Communication Officer Tiket.com), dan banyak lagi.

Sebagian besar orang akan berpikir bahwa untuk mendirikan startup berbasis teknologi, kita perlu mengambil jurusan terkait teknologi. Namun, kenyataannya, mayoritas pendiri tidak memiliki latar belakang teknologi.

Mayoritas pendiri belajar di luar negeri untuk gelar mereka yang lebih tinggi

Pada tingkat sarjana, dari 102 pendiri, 58 belajar di luar negeri. Pada tingkat master, 32 pendiri belajar di luar negeri, dan pada tingkat MBA hanya dua yang belajar di Indonesia, sedangkan sisanya (16) belajar di luar negeri.

Dari data ini, kita dapat melihat bahwa di tingkat sarjana, universitas lokal hampir menghasilkan cukup banyak pendiri seperti halnya universitas internasional. Tapi, di tingkat pascasarjana, ada banyak pendiri yang memutuskan untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Sebagai contoh, CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo meraih gelar sarjana di ITB dan melanjutkan masternya di University of Sydney.

CEO Investree Adrian A. Gunadi meraih gelar sarjana di Universitas Indonesia dan melanjutkan tugasnya ke Rotterdam School of Management, Universitas Erasmus.

Contoh lain adalah Iman Usman, Kepala Produk di RuangGuru—dia meraih gelar sarjana di Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikannya di Teachers College of Columbia University.

Pada tingkat MBA, mayoritas pendiri belajar di luar negeri, enam belas vs dua. Memiliki gelar MBA merupakan kebanggaan tersendiri bagi kebanyakan orang. Untuk mengambil MBA, ada persyaratan yang harus dipenuhi orang dibandingkan saat mengambil gelar master lainnya. Jadi, mayoritas orang akan mengambil gelar MBA mereka di universitas terkemuka.

Berdasarkan data yang dikumpulkan, dapat dikatakan bahwa di tingkat sarjana, universitas lokal dapat bersaing dengan universitas internasional. Tapi, di tingkat yang lebih tinggi seperti master dan MBA, ada banyak hal yang mungkin perlu ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia di sektor pendidikan.