Home  »  Opinion   »  
Opinion

Ternyata Begini Cara Astronot Buang Air Besar di Luar Angkasa

[Foto: livescience.com]
Membuang kotoran dari dalam sistem pencernaan, baik itu buang air kecil atau pun besar merupakan salah satu kebutuhan manusia. Jika berada di bumi, tentu buang kotoran tersebut mudah, yaitu hanya tinggal dilakukan di kamar mandi. Lantas, bagaimana dengan buang kotoran di luar angkasa?

Dari percakapan kru NASA, tersebarlah sebuah transkrip nyata. Seperti dilansir dari LiveScience, isi percakapan mereka adalah saling bercanda dalam masalah buang kotoran. Walau setengah bercanda, mereka menjelaskan bagaimana seseorang yang tengah berada di gravitasi nol atau ke bulan melakukan buang kotoran.

Mungkin yang ada di bayangan kita adalah kotoran-kotoran tersebut bakal bertebaran di luar angkasa.  Ternyata itu salah. Mereka menggunakan popok terbaik untuk kru NASA. Jika tidak seperti itu, maka kotoran-kotoran tersebut akan menyebar di berbagai bagian dalam pesawat luar angkasa dan menganggu sistem kerjanya. Bahkan jika tidak sengaja, kotoran-kotoran tersebut bisa ke luar menyebar di angkasa sana.

Tidak hanya itu, NASA juga menawarkan 30.000 USD atau sekitar Rp 400 juta kepada mereka yang mau mengusulkan ide tentang masalah tinja, urin, dan menstruasi.

“Melalui sistem crowdsourcing HeroX, kami menawarkan mereka yang mau mengusulkan solusi untuk masalah menajamen pembuangan kotoran yang akan digunakan kru dalam pesawat luar angkasa dalam model pakaian yang bisa digunakan selama 144 jam,” jelas NASA.


Untuk saat ini, popok yang digunakan diganti beberapa kali. Untuk itu, ada tempat penyimpan popok sendiri di dalam pesawat. Walau Appollo sudah beberapa kali ke luar angkasa, ternyata masalah buang kotoran ini belum terselesaikan. Oleh karena itu, NASA sedang mencari ide mengenai masalah ini.

Kisah Buang Air Besar Sang Astronot

Astronot Alan Shepard siap diluncurkan ke luar angkasa dengan kapsul Freedom 7 pada Mei 1961. Namun ketika akan meroket, ia harus menunggu selama lima jam dan ia harus buang air kecil. Padahal ia sudah memakai baju astronot lengka. Alhasil ia harus buang air kecil di celana.

Saat itu, NASA tidak siap dan membiarkan hal tersebut terjadi. Setelah kasus ini, NASA mencoba untuk mengembangkan baju astronot yang mengakomodir fungsi biologis dasar manusia. Tahun 1963, NASA membuat alat pengumpul urine di baju astronot. Sayangnya ketika dipakai, kantong urin itu bocor dan cairan urin merusak alat di roket.

Lantas, bagaimana dengan buang air besar? Dalam proyek Gemini dua astronot, Jim Lovell dan Frank Borman menghabiskan waktu dua minggu di luar angkasa. Saat itu tidak ada toilet untuk buang air besar dan mereka harus menyimpan kotoran di kantong plastik.

Dalam misi Apollo, astronot seperti Buzz Aldrin dan Neil Armstrong memiliki plastik yang direkatkan ke pantat mereka sebagai wadah penampungan. Setelah buang air besar, kantung itu bisa dilepas, diikat dan dibuang ke luar angkasa. Untuk meminimalkan kemungkinan buang air besar, maka para astronot makan makanan berprotein tinggi yang tidak membuat kotoran menjadi banyak.

Ada toilet khusus yang menggunakan tekanan udara dalam pesawat ulang-alik. Hal ini sama dengan yang sudah ada di International Space Station. Untuk buang air kecil ada pipa urine khusus untuk astronot. Bahkan, mereka dilatih bagaimana buang air kecil dan air besar di luar angkasa.

Untuk biaya membuat toilet khusus tersebut, sangat mahal hingga jutaan dolar. Jika rusak, maka seluruh sistem pesawat luar angkasa akan turut rusak. NASA pernah membeli toilet bekas Rusia seharga US$19 juta untuk di bagian Amerika Serikat di International Space Station. Kalau tidak ditangani dengan baik, kotoran manusia bisa membawa masalah.