Home  »  Tips & Guide   »  
Tips & Guide

Tidak Minum Obat Setelah Kuret

Apa kabar Dok,

Sebelumnya perkenalkan, nama saya Rani, usia saya 25 tahun. Waktu umur saya 23 tahun sempat hamil tapi keguguran dan kemudian dikuret satu kali. Tapi saat itu obat yang diberikan dokter setelah dikuret tidak saya minum sama sekali. Sejak saat itu, perut bagian bawah saya sering sakit. Selain itu saya juga mengalami keputihan yang sangat banyak sampai saat ini. Apa yang terjadi pada diri saya ya Dok? Kira-kira obat untuk menyembuhkannya apa? Tolong jawaban dan solusinya ya Dok.

Terima kasih

Maharani Putri

 

Jawaban:

Dear Ibu Maharani Putri,

Sayang sekali, Anda tidak menyebutkan obat apa diberikan oleh dokter Anda, sehingga keterkaitannya dengan nyeri perut bawah Anda tidak dapat kami pastikan lebih lanjut. Namun, obat yang biasa diberikan setelah tindakan kuretase adalah antibiotik untuk mencegah adanya infeksi bakteri setelah tindakan kuretase, seperti analgetik untuk mengurangi rasa nyeri, uterotonika untuk merangsang kontraksi uterus, dan hemostatika sebagai obat antiperdarahan.

Apabila Anda mengalami nyeri perut bawah setelah tindakan kuretase, sebaiknya Anda melakukan konsultasi kembali dengan dokter yang sebelumnya melakukan tindakan, karena beliau yang mengerti riwayat penyakit Anda sedari awal. Umumnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kembali seperti USG abdomen untuk melihat kesehatan reproduksi wanita Anda – apakah masih terdapat jaringan di dalam rahim atau tidak, yang berpotensi membuat rasa nyeri dan kram di daerah perut.

Mengenai keluhan Anda yang lain yaitu keputihan, kami akan jelaskan mengenai apa itu keputihan dan cara mengatasinya. Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina. Dapat timbul dari berbagai keadaan, yakni secara fisiologis dan patologis:

  • Keputihan fisiologis

Keputihan fisiologis adalah keputihan yang normal dan terjadi akibat perubahan hormonal, seperti pada saat menstruasi, stres, kehamilan, dan pemakaian kontrasepsi. Cairan yang keluar dari vagina warnanya putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam warnanya kuning terang, berlendir, tidak berbau, serta tidak menimbulkan keluhan seperti gatal dan panas pada daerah vagina.

  • Keputihan patologis

Keputihan patologis adalah keputihan yang timbul akibat kondisi medis tertentu dengan penyebab tersering adalah akibat:


  • Infeksi
    • Infeksi bakteri: cairan vagina yang keluar biasanya keruh, encer, putih abu-abu hingga kekuning-kuningan dengan bau busuk atau amis.
    • Infeksi jamur: cairan vagina yang keluar berbentuk gumpalan putih kental, menimbulkan keluhan mulai dari gatal sedang hingga berat, rasa terbakar kemerahan, dan bengkak pada daerah genital.
    • Infeksi virus: cairan vagina yang keluar beraroma kurang sedap, berbentuk kental, dan mengandung jamur.
    • Infeksi protozoa: cairan vagina yang keluar biasanya sangat banyak kuning kehijauan, berbusa, dan berbau amis.
  • Penggunaan sabun cuci dan pelembut pakaian, cairan antiseptik untuk mandi dan cairan pembersih vagina secara berlebihan membuat pH (keasaman) di daerah vagina berubah. Selain itu, bakteri normal di dalam vagina yang berfungsi untuk melindungi area vagina menjadi berkurang, sehingga daerah vagina mudah terinfeksi bakteri.
  • Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat dapat menghalangi sirkulasi udara di sekitar vagina.

Pada keputihan patologis, cairan yang keluar dari vagina sudah mengalami perubahan warna (menjadi putih susu, keabuan, hingga kehijauan), berbau, banyak, dan disertai keluhan lain (seperti gatal dan panas).

Untuk menentukan jenis keputihan yang Anda alami, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urinalisis (pemeriksaan urin) untuk menyingkirkan infeksi, dan pemeriksaan kultur cairan vagina (pembiakan cairan vagina di dalam suatu wadah yang dilakukan di laboratorium).

Jika keputihan yang Anda alami merupakan keputihan patologis, biasanya dokter akan memberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan umumnya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Obat dapat berupa oral (tablet, kapsul), topikal (krem yang dioleskan), dan uvula (dimasukkan langsung ke dalam liang vagina).

Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah keputihan berulang sekaligus menjaga kesehatan reproduksi wanita Anda:

  1. Pola hidup sehat yaitu berolahraga rutin, istirahat cukup, menghindari rokok dan alkohol, serta melindungi diri dari stres berkepanjangan.
  2. Menggunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.
  3. Selalu merawat kebersihan daerah vagina dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak lembap, seperti sering mengganti celana apabila berkeringat, menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat, menghindari pemakaian celana terlalu ketat, membiasakan untuk sering mengganti pembalut jika sedang menstruasi, dan apabila ingin menggunakan pantyliner pilihlah yang tidak mengandung pengharum dan tidak digunakan selama lebih dari 4 sampai 6 jam.
  4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar setiap kali buang air, yaitu dari arah depan ke belakang. Jika Anda membasuh dari arah belakang ke depan, maka bakteri di daerah anus berisiko terbawa ke daerah vagina dan menyebabkan infeksi di daerah vagina.
  5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan, karena dapat mematikan flora normal vagina yang berfungsi untuk melindungi daerah vagina dan mengubah keasaman serta keseimbangan bakteri di dalam vagina.
  6. Hindari penggunaan tisu atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina, karena dapat menyebabkan iritasi pada daerah vagina.

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.

Salam sehat,

dr. Dyah Novita Anggraini